Bicaraindonesia.id – Kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) di Kota Surabaya, disebut yang tertinggi se-Jawa Timur. Ini disebabkan karena banyaknya warga dari luar Surabaya yang melakukan pengobatan di Kota Pahlawan.
Pernyataan ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Nanik Sukristina saat menggelar konferensi pers di kantornya, Selasa (18/1/2022). “Jadi, banyak warga luar yang berobat ke sini (Surabaya),” kata Nanik sebagaimana dikutip dalam keterangan resmi tertulisnya.
Menurutnya, selama ini Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya secara intensif melakukan sosialisasi dan skrining. Yakni, deteksi dini HIV dan melakukan pendekatan kepada kelompok risiko tertular HIV seperti waria, pekerja sex, IMS (penyakit akibat infeksi yang dapat tertular melalui hubungan seksual), dan pengguna narkoba jarum suntik.
“Lalu pada kelompok rentan tertular HIV, seperti ibu hamil, calon pengantin, pekerja hiburan, ABK (Anak Buah Kapal) dan pekerja pabrik,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Nanik menyebut, pihaknya juga melakukan skrining pada pasien dengan penyakit tertentu yang kemungkinan dapat disertai oleh HIV. Seperti, pasien IMS, pneumonia, dermatitis kronis, dan diare. Dengan semakin gencarnya melakukan skrining, alhasil pihaknya menemukan banyak temuan kasus.
“Dengan keaktifan kami, akhirnya kasus semakin tinggi terdeteksinya. Pemeriksaan HIV ini ada di 63 puskesmas di Kota Surabaya, 54 rumah sakit, satu klinik berbasis pemerintah, dan satu klinik milik kantor kesehatan pelabuhan (KKP),” jelas dia.
Pada penemuan kasus HIV, kata dia, sebanyak 323 kasus telah ditemukan sepanjang tahun 2021 dan saat ini sedang dalam proses pengobatan atau telah mendapat penanganan oleh Pemkot Surabaya. Sebab, penderita dan orang yang tertular HIV tidak menunjukkan gejala apapun.
Pada penyebarannya, virus ini lebih sering menjangkit kelompok heteroseksual dan orientasi seksual antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk usia yang paling banyak terjangkit virus ini yakni 25 – 44 tahun.
“Tapi usia paling tinggi adalah usia 25 – 29 tahun, kemudian disusul usia 30 – 32 tahun. Paling banyak terjangkit adalah kaum laki-laki dengan prosentase 73 persen,” ungkap dia.
Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang rawan terjangkit virus HIV/AIDS adalah karyawan dengan persentase 46,2 persen, disusul ibu rumah tangga 18,9 persen, dan wiraswasta 14,6 persen. Lalu, pada kelompok seksual tertentu, yakni homoseksual sebanyak 46 persen, heteroseksual 49 persen, dan bisexual 2,3 persen.
“Edukasi dan mencegah itu penting, apalagi pada keluarga karena ibu rumah tangga juga berisiko terpapar virus. Maka kita berusaha melakukan penemuan lebih dini, agar bisa memberikan intervensi dan peluang sembuh akan lebih besar,” ujar dia.
Untuk penanganannya, kata dia, pasien mendapatkan layanan pengobatan gratis yang diberikan oleh 13 puskesmas dan 10 rumah sakit di Kota Surabaya. Bahkan, pihaknya juga memberikan pendampingan, konseling, dan home care ke rumah penderita HIV, serta dukungan.
“Dari kelurahan juga memberikan susu dan permakanan untuk penderita yang tidak mampu. Kita juga selalu memberikan informasi yang komprehensif terhadap pencegahan penularan, yang rutin kita lakukan kepada sekolah, mahasiswa, kelompok pekerja hiburan dan masyarakat luas yang rentan terhadap penyakit ini,” terangnya.
Tak hanya itu saja, pihaknya juga membentuk petugas penjangkau kelompok-kelompok berisiko dengan melakukan akses pemeriksaan HIV di layanan Dinkes Kota Surabaya. Kemudian, melakukan monitoring pemberian pengobatan dengan pemeriksaan secara berkala, serta berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olah Raga serta Pariwisata untuk mendatangi rumah hiburan.
“Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sampai dengan tahun 2021 lalu adalah penurunan signifikan dibanding tahun 2018 yang paling tinggi. Maka skrining terus kami lakukan dan Kota Surabaya juga memiliki Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang aktif di 31 kecamatan,” pungkasnya (* /B1)