Bicaraindonesia.id, Sleman – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa penggunaan perangkat telekomunikasi ilegal berpotensi mengganggu komunikasi penerbangan, memperlambat sistem peringatan dini cuaca, serta mengacaukan stabilitas jaringan seluler.
Pernyataan tersebut disampaikan Plh. Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Ervan Fathurokhman Adiwidjaja, dalam rangkaian penertiban sekaligus pemusnahan perangkat ilegal wilayah Provinsi D.I Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang dihelat di Stasiun Monitoring Kalasan, Balai Monitor SFR Kelas I Yogyakarta, Sleman, Kamis (27/11/2025).
Ervan menuturkan spektrum frekuensi merupakan aset strategis negara yang harus terbebas dari perangkat ilegal. Ia mengingatkan pemancar tanpa izin kerap menjadi sumber gangguan tersembunyi namun berisiko tinggi bagi layanan publik.
“Jika ruang ini dipenuhi pemancar ilegal dan perangkat tanpa izin, yang terganggu bukan hanya kualitas sinyal, tetapi keselamatan dan layanan telekomunikasi publik, mulai dari komunikasi penerbangan, sistem peringatan dini cuaca, jaringan seluler hingga radio komunitas,” kata Ervan dalam siaran persnya di Jakarta dikutip pada Jumat (28/11/2025).
Dalam kegiatan tersebut, Kemkomdigi memusnahkan 75 perangkat komunikasi ilegal yang sebelumnya disita di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Perangkat-perangkat itu meliputi pemancar rakitan, repeater GSM, serta perangkat radio siaran tanpa izin yang dimiliki perorangan, perusahaan, maupun instansi.
Seluruh barang bukti dimusnahkan setelah melewati tahapan pembinaan, teguran, klarifikasi, hingga sanksi administratif. Tindakan pemusnahan dilakukan terhadap perangkat yang dinyatakan tidak bersertifikat, tidak memenuhi standar, dan tidak memungkinkan untuk diproses pengurusan Izin Stasiun Radio (ISR).
“Pemusnahan adalah opsi terakhir. Kami selalu mengedepankan pembinaan secara administratif secara bertahap. Hanya perangkat yang jelas-jelas tidak bersertifikat, tidak memenuhi standard, dan tidak mungkin digunakan untuk mengurus ISR, yang dimusnahkan,” ujar Ervan.
Penindakan tersebut juga berkontribusi pada potensi penerimaan negara melalui sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kemkomdigi mencatat potensi yang berhasil diamankan senilai Rp406 juta di Yogyakarta dan Rp242 juta di Jawa Tengah.
“Capaian ini menunjukkan bahwa sanksi pelanggar spektrum frekuensi dijalankan secara konkret mencakup penyitaan perangkat serta kewajiban membayar denda kepada negara,” tegasnya.
Dalam pemantauan di lapangan, Kemkomdigi menemukan adanya pola pelanggaran berulang, seperti access point yang dimodifikasi melebihi izin kelas, perangkat penguat sinyal tanpa sertifikasi, hingga radio siaran yang beroperasi pada frekuensi ilegal.
Ervan mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati membeli perangkat telekomunikasi yang dijual murah tanpa kejelasan izin.
“Apa yang tampak murah di awal justru bisa menjadi sangat mahal ketika mengakibatkan gangguan layanan publik dan berujung pada sanksi administratif maupun sanksi pidana,” tuturnya.
Ia menegaskan penertiban spektrum frekuensi bukan sekadar penindakan, melainkan upaya strategis untuk menjaga fondasi layanan digital nasional.
“Melalui penertiban spektrum frekuensi sebagai kegiatan rutin Komdigi, kita sedang menyiapkan fondasi yang bersih bagi keselamatan penerbangan, kecepatan respons kebencanaan, dan kualitas layanan telekomunikasi agar seluruh infrastruktur digital Indonesia dapat bekerja untuk satu tujuan yang sama, yaitu kepentingan dan keselamatan rakyat,” pungkasnya. (*/Pr/C1)


