Bicaraindonesia.id, Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi mulai memberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2025 mengenai larangan jual-beli dan konsumsi daging dari Hewan Penular Rabies (HPR) di wilayah Jakarta.
Regulasi tersebut telah efektif berlaku sejak 24 November 2025 dan menjadi langkah pemerintah daerah dalam meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat.
Pergub ini disampaikan secara langsung oleh Gubernur Pramono melalui akun media sosial resminya. Ia menegaskan aturan tersebut telah dirampungkan dalam waktu satu bulan sejak pertemuan dengan komunitas pecinta hewan di Balai Kota.
“Alhamdulillah dalam sebulan, Peraturan Gubernur No. 36 2025 mengenai larangan jual-beli dan konsumsi daging hewan penular rabies (HPR) sudah bisa berlaku,” kata Pramono, dalam akun resmi media sosialnya @pramonoanungw, dikutip Bicaraindonesia.id, pada Selasa (25/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa pertemuan dengan para penggemar hewan menjadi titik awal lahirnya aturan ini. Komitmen tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang kini telah ditandatangani dan diberlakukan.
“Ketika menerima para penggemar hewan, pada waktu itu saya berjanji untuk membuat Pergub, saya telah menandatangani Pergub No 36 Tahun 2025,” ujarnya.
Secara substansi, Pergub ini memuat ketentuan larangan yang diatur dalam Pasal 27A. Aturan tersebut menyebut bahwa setiap orang maupun badan usaha dilarang memperjualbelikan HPR untuk tujuan pangan, baik berupa hewan hidup, daging, maupun produk olahan lainnya.
Sementara Pasal 27B memberikan ketentuan larangan bagi individu atau badan usaha untuk melakukan penjagalan atau pembunuhan HPR dengan tujuan pangan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memperketat pengawasan sekaligus menekan risiko penyebaran rabies melalui rantai konsumsi.
Jenis HPR yang dimaksud dalam aturan ini mencakup anjing, kucing, kera, kelelawar, musang, dan hewan sejenis lainnya. Pemerintah juga menetapkan mekanisme sanksi bagi pelanggar yang memperjualbelikan HPR atau produk turunannya sesuai Pasal 27A.
Sanksi administratif tersebut meliputi teguran tertulis; penyitaan HPR dan produk HPR; penutupan tempat kegiatan jual beli; serta pencabutan izin usaha.
Untuk pelanggaran terkait kegiatan penjagalan atau pembunuhan HPR sebagaimana diatur dalam Pasal 27B, sanksi administratif yang dikenakan berupa teguran tertulis; penyitaan HPR dan/atau produk HPR; serta penutupan tempat kegiatan penjagalan atau pembunuhan HPR. (*/Bj/C1)


