Bicaraindonesia.id, Jakarta – Komisi Reformasi Kepolisian membuka kanal khusus WhatsApp untuk menampung masukan masyarakat terkait arah pembenahan institusi Polri.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi Reformasi Kepolisian, Prof Jimly Asshiddiqie, usai rapat dengar pendapat umum yang digelar di STIK-PTIK Lemdiklat Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/11/2025).
Dalam keterangannya, Jimly menegaskan forum tersebut merupakan bagian dari tahap awal Komisi dalam menghimpun pandangan publik secara lebih sistematis. Untuk itu, masyarakat dipersilakan menyampaikan gagasan secara tertulis melalui kanal khusus yang baru dibuka.
“Selama satu bulan ini kami berharap mendapat masukan. Karena selama ini hanya masuk sekali-sekali, maka kami buka WA Sekretariat supaya masyarakat bisa mengirimkan masukan, setebal apa pun,” ujar Jimly dalam keterangan persnya dikutip pada Kamis (20/11/2025)
Komisi menyediakan WhatsApp Sekretariat Reformasi Kepolisian di nomor 0813-1797-771. Sementara alamat email akan dibagikan melalui sekretariat.
Kanal ini dibuka untuk memastikan masyarakat dapat memberikan masukan secara terbuka tanpa batasan platform.
Pertemuan tersebut dihadiri berbagai elemen masyarakat, mulai dari ormas, tokoh masyarakat, hingga purnawirawan TNI dari tiga matra.
Meskipun beberapa pihak tidak dapat hadir secara resmi, Jimly memastikan aspirasi mereka tetap dapat disampaikan melalui kanal yang tersedia.
“Yang penting, aspirasinya tetap kami dengar. Silakan sampaikan sekeras-kerasnya. Tidak usah ragu, tidak usah takut,” ucap Jimly.
Topik dugaan ijazah palsu menjadi salah satu isu yang mencuat dalam forum. Jimly menyatakan persoalan itu merupakan tantangan serius yang sudah lama muncul dalam dunia hukum dan administrasi Indonesia.
“Ijazah ini masalah serius di Indonesia. Banyak dipakai untuk persaingan politik. Dari pengalaman saya sebagai Ketua MK, berkali-kali kasus ini muncul,” jelas Jimly.
Ia menambahkan mediasi penal dapat menjadi alternatif penyelesaian jika kedua pihak bersedia mengikuti mekanisme yang ada.
Jimly menegaskan Komisi Reformasi Kepolisian tidak menangani kasus hukum secara langsung, melainkan fokus pada penyusunan rekomendasi kebijakan.
“Kami ingin memperbaiki kepolisian masa depan. Kasus boleh disampaikan, tapi kami tidak menangani kasus. Kasus hanya dijadikan evidence untuk menawarkan kebijakan reformasi ke depan,” katanya.
Dalam forum tersebut, Komisi juga menerima berbagai keluhan masyarakat, termasuk laporan seorang ibu terkait anaknya yang ditahan setelah mengikuti aksi demonstrasi.
“Kasus seperti itu nanti akan kami bicarakan dengan Kapolri. Itu urusan internal kepolisian, dan kami akan beri rekomendasi,” ujar Jimly.
Masukan dari purnawirawan TNI turut mewarnai diskusi, mulai dari gagasan reformasi struktur hingga pembenahan kultur organisasi Polri.
Sejumlah ide besar muncul, di antaranya penguatan Kompolnas sebagai lembaga pengawasan, wacana pembentukan Kementerian Keamanan, penyesuaian mekanisme rekrutmen dan koordinasi penegakan hukum.
Kritik juga muncul terkait pola pendidikan kepolisian yang dianggap kurang menekankan aspek kognitif.
“Polisi itu sipil. Pendidikan harus lebih kognitif,” ujar Jimly menirukan masukan peserta.
Jimly menegaskan bahwa Komisi Reformasi Kepolisian belum mengeluarkan rekomendasi apa pun, karena masih memasuki tahap awal penyusunan peta masalah.
“Bulan pertama ini kami membuka telinga dulu, membuka mata dulu. Banyak masukan yang membuat kami lebih memahami. Semua akan kami petakan,” tutupnya. (*/Hum/A1)


