Bicaraindonesia.id, Jakarta – Sidang lanjutan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memasuki babak baru. Dalam persidangan yang digelar pada Senin, (3/11/2025), sejumlah saksi ahli dihadirkan untuk memberikan analisis terkait kasus yang melibatkan anggota DPR RI nonaktif Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, Nafa Urbach, dan Adies Kadir.
Salah satu yang dihadirkan adalah Ahli Kriminolog dan Guru Besar Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia (UI), Adrianus Eliasta Sembiring Meliala.
Dalam keterangannya kepada majelis hakim, Adrianus melihat pada hari-hari terjadinya demonstrasi di akhir Agustus lalu itu ada upaya provokasi. Provokasi itu dilakukan dengan memanfaatkan konten-konten hoaks yang disebar melalui kanal-kanal digital.
Saat ditanya hakim Rano Alfath lebih jauh tentang provokasi tersebut, Adrianus mengungkapkan temuannya. Ternyata ada limited looting alias target penjarahan terhadap pihak-pihak tertentu. Artinya, provokasi tersebut telah diarahkan untuk menyasar tokoh tertentu.
“Ada limited looting, itu kemudian ternyata dibaliknya ada targeted looting, ada penjarahan yang memang ditarget. Dan itu semua direncanakan, dipersiapkan. Jadi bukan penjarahan yang spontan,” ujar Andrianus.
Adrianus juga melihat bahwa pada momen-momen tersebut, ada produksi konten video yang dibuat untuk melegitimasi hubungan sebab akibat antara penjarahan dengan demonstrasi. Seakan-akan penjarahan tersebut terjadi karena kemarahan publik terhadap anggota DPR RI.
Menurutnya, konten-konten itu, bertujuan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal serupa, yakni penjarahan dan pembakaran.
“Dari video-video itu lalu mempengaruhi keputusan orang, untuk kemudian melakukan tindakan penjarahan. Dan ditambah adanya triggering, pencetus, ajakan-ajakan untuk kumpul di sini, bakar Monas, serang Mabes Polri,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan pendiri drone emprit Ismail Fahmi. Hadir sebagai saksi ahli media sosial, ia mengungkapkan adanya pergeseran dan penggiringan narasi di media sosial yang tampak terstruktur untuk mengarahkan publik melakukan aksi demonstrasi di DPR serta melampiaskan kemarahan kepada pihak-pihak tertentu.
Menurut analisisnya, sejak 10 Agustus 2025 sudah beredar informasi tentang rencana demonstrasi buruh pada 25 Agustus. Namun, mulai 14 Agustus, Ismail menemukan adanya perubahan arah narasi di berbagai platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.
“Saya perhatikan sejak tanggal 14 mulai muncul arahan-arahan tertentu. Tapi ini bukan dari kelompok buruh, ya. Narasinya mulai diarahkan ke DPR,” ujar Ismail dalam sidang MKD.
Ismail menjelaskan bahwa tren percakapan tentang demonstrasi di DPR meningkat tajam dalam rentang 19 hingga 25 Agustus 2025.
“Saya melihat memang ada penggiringan opini yang sengaja diciptakan sejak awal, dilakukan oleh akun-akun anonim. Mereka tampaknya memanfaatkan momentum yang ada,” terangnya. (*/Pr/A1)


