“Manusia telah memberi terlalu banyak tekanan pada Bumi yang menyebabkan kerusakan dan tidak dapat diperbaiki. Namun, adanya pandemi Covid-19, membuat planet ini menjadi lebih baik dan menghidupkan kembali beban yang belum pernah terjadi sebelumnya selama 50 tahun terakhir ketika Hari Bumi pertama kali dirayakan.”
Bicaraindonesia.id – Planet ini terlihat tidak berpenghuni akhir-akhir ini. Karena, orang-orang di seluruh dunia lebih banyak berlindung di rumah dan menghindari pertemuan sosial untuk menahan penyebaran pandemi Covid-19.
Tehran Times melaporkan, kasus Covid-19 yang pertama diidentifikasi di Kota Wuhan Cina pada akhir 2019, dan sekarang telah menyebar ke lebih dari 210 negara, menginfeksi hampir 2.495.296 orang dan menewaskan lebih dari 171.064.
Merujuk dari hal itu, beberapa negara pun kemudian menerapkan pembatasan kegiatan sosial, bisnis ditutup, dan pemerintah di seluruh dunia menginstruksikan warga untuk tinggal di rumah. Hal tersebut menjadikan planet ini menjadi begitu sunyi dan terisolasi. Tetapi, hal itu justru menjadikan alam dalam kondisi jauh lebih baik.
Mohammad Darvish, anggota Dewan Keamanan Nasional untuk lingkungan mengatakan, tahun ini ketika dunia merayakan peringatan 50 tahun Hari Bumi Sedunia, seluruh Bumi berada pada kondisi terbaiknya dalam setengah abad.
Mengacu pada efek pandemi Covid-19, pada penyebaran polutan di seluruh dunia, Darvish mencatat, bahwa selama dua bulan terakhir, sebagian besar orang di seluruh dunia telah mengalami guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, untuk pertama kalinya berturut-turut, emisi gas rumah kaca, konsumsi bahan bakar fosil lalu lintas udara, darat, dan air telah menurun secara dramatis.
“Semua ini telah menyebabkan emisi gas rumah kaca pada bulan Maret 2020 sama dengan tahun 1990-an, 30 tahun yang lalu, dan ini menunjukkan betapa gaya hidup masyarakat bertentangan dengan apa yang mereka sebut ketahanan global,” kata Darvish.
Darvish menyebut, menurunnya lalu lintas manusia di alam dan lingkungan luar ruangan, telah secara signifikan mengurangi jumlah polusi suara dan gempa bumi yang dihasilkan. “Sehingga memudahkan para ahli geologi untuk mempelajari kerak luar Bumi,” paparnya.
Menurut dia, sekitar 3,5 miliar orang di planet ini bepergian dengan kereta api, mobil, pesawat, kapal dan alat transportasi lainnya setiap hari. Gerakan dan kegiatan konstruksi, tambang dan lainnya, memberi tekanan pada kerak luar Bumi. Tetapi sekarang, setelah munculnya pandemi Covid-19, hampir semua operasi dan kegiatan di dunia ini telah berhenti.
“Akibatnya, tidak ada gempa yang disebabkan manusia, dan ahli geologi dapat lebih mudah terlibat dalam kegiatan dan studi geologi,” tambah Darvish.
Efek Covid-19 pada lapisan ozon
Komponen terpenting yang menyebabkan lapisan ozon berlubang adalah penggunaan gas chlorofluorocarbon (CFC), yang digunakan dalam lemari es dan semprotan. Untungnya, gas-gas ini belum digunakan selama bertahun-tahun.
“Itulah sebabnya lapisan ozon telah diperbaiki selama lebih dari satu dekade,” kata Darvish.
Protokol Montreal untuk Konvensi Wina, yang mengakui tanggung jawab negara-negara untuk memperbaiki lapisan ozon dan telah menjadi salah satu konvensi lingkungan paling sukses, telah menyelamatkan lapisan ozon.
Ada laporan bahwa pergerakan satelit, pesawat terbang, rudal dan kegiatan semacam itu juga dapat mempengaruhi lapisan ozon, beberapa di antaranya secara alami telah menurun tajam selama dua bulan terakhir.
Keanekaragaman hayati meningkat
Merujuk dampak pandemi pada satwa liar, Darvish menyatakan, karena menurunnya keberadaan manusia di habitat alam, kondisi kehidupan satwa liar telah meningkat secara dramatis.
Dia mencatat, populasi satwa liar di banyak negara telah menurun 29 hingga 40 persen selama dekade terakhir. Tetapi setelah epidemi, perbaikan dan peningkatan populasi satwa liar menunjukkan hal positif.
Di samping itu, dampak positif lain adanya pandemi Covid-19 terkait keanekaragaman hayati adalah berkurangnya wisatawan di habitat alami.
Industri pariwisata yang menurun tajam membuat aktivitas seperti berkemah dan berwisata di habitat alam berkurang drastis. Hal ini juga berdampak positif bagi satwa liar dan mengurangi potensi kebakaran hutan.