Bicaraindonesia.id, Klaten – Petani di Jawa Tengah kini semakin adaptif terhadap kemajuan teknologi pertanian. Mereka mulai meninggalkan sistem tradisional dan beralih menggunakan alat-alat modern untuk menunjang kegiatan usaha tani, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan, hingga panen.
Salah satu daerah yang mulai menerapkan mekanisasi pertanian adalah Kabupaten Klaten. Para petani di wilayah ini telah memanfaatkan berbagai alat canggih seperti drone pertanian, rice transplanter, rotavator, traktor, combine harvester, hingga cultivator.
Ketua Kelompok Tani Desa Taji, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Muhammad Sensus, menyatakan bahwa penggunaan alat-alat modern membuat kegiatan bertani menjadi lebih efisien dan hemat biaya.
“Kalau memakai mekanisasi pertanian dengan alat-alat yang canggih, ini bisa lebih efisien dan hemat biaya,” kata Sensus dikutip pada Jumat (18/7/2025).
Menurutnya, sistem pertanian tradisional memerlukan banyak tenaga kerja dan waktu yang lebih lama dibandingkan jika menggunakan teknologi mesin.
“Alat-alat ini sangat membantu petani. Karena bisa lebih cepat dibanding dengan tenaga manusia,” lanjutnya.
Sensus mencontohkan penggunaan drone pertanian untuk memantau pertumbuhan tanaman sekaligus menyemprotkan pestisida secara merata. Teknologi ini sangat efektif dalam mengendalikan hama secara cepat dan menyeluruh.
“Kalau untuk mengendalikan hama, drone ini sangat bagus. Bisa menjangkau sampai tanah bagian bawah. Kalau pakai tradisional itu lama, dan mungkin tidak bisa merata seperti drone,” tuturnya.
Kelompok tani yang ia pimpin beranggotakan sekitar 50 petani dengan total lahan 32 hektare. Mereka telah memanfaatkan alat-alat mekanisasi selama setahun terakhir untuk seluruh proses pertanian.
“Memakai alat seperti ini sudah sekitar satu tahun ini. Efisien, biaya lebih murah, dan hasilnya sukses,” ungkap Sensus.
Sebelum penggunaan alat-alat modern dan terbentuknya kelompok tani, mereka kerap kali mengalami gagal panen.
“Wah, kalau dulu sering gagal panen. Tapi setelah ada kelompok tani dan juga penggunaan alat seperti ini, jadi panennya bagus,” jelas Sensus.
Namun demikian, Sensus juga menyampaikan tantangan yang dihadapi petani, khususnya soal ketersediaan air karena sebagian besar lahan di wilayahnya merupakan tadah hujan.
“Kami harap ada solusi terbaik untuk persoalan air di sini. Syukur-syukur ada bantuan sumur dalam. Lahan sudah kami siapkan,” ujarnya.
Petani lain asal Desa Kedungampel, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Suparman, turut merasakan manfaat mekanisasi pertanian. Ia menilai teknologi ini sangat membantu di tengah menurunnya jumlah tenaga kerja tani.
“Alat-alat sekarang ini sangat memanjakan petani. Lebih mudah, murah, dan hasilnya bagus,” tutur Suparman.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Defransisco Dasilva Tavares, menegaskan bahwa mekanisasi pertanian merupakan strategi penting dalam mencapai swasembada pangan nasional. Dengan sistem ini, hasil tani menjadi lebih presisi dan produktif.
Ia menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki program Brigade Pertanian, yang memberikan akses pinjam alat-alat mekanisasi secara gratis melalui tujuh titik layanan, seperti di Pati, Banyumas, Surakarta, dan Semarang.
“Kelompok tani bisa mengajukan pinjam alat ke kita. Gratis, dengan biaya angkut atau bawa ke lokasi ditanggung pihak peminjam,” ujar Frans.
Frans menambahkan, hingga saat ini pihaknya terus menggencarkan sosialisasi dan pendampingan bagi petani agar lebih cepat beradaptasi dengan sistem pertanian modern.
“Kita dorong agar beradaptasi dengan cara yang efisien dan berkualitas. Hingga saat ini di Jawa Tengah ada sekitar 60 ribu kelompok tani, dengan luas lahan sawah 990.834 hektare,” tandasnya. (*/Hum/C1)