Bicara Indonesia – Ombudsman RI mengingatkan seluruh Kepala Daerah di Jawa Timur agar meminimalisir praktik maladministrasi atau kelalaian administrasi dalam melaksanaan pelayanan publik untuk masyarakat. Sebab, praktik maladministrasi merupakan salah satu pintu masuk terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur, Agus Muttaqin saat pembukaan workshop pendampingan penilaian kepatuhan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik di Hotel Bumi, Surabaya, Kamis (27/5/2021).
Menurut dia, dari catatan Ombudsman, banyak kasus korupsi yang ditangani penegak hukum diawali praktik-praktik maladministrasi. Penyelenggara negara mengabaikan standar pelayanan publik sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ironisnya, semakin rendah level pemerintahan, potensi terjadinya praktik maladmainistrasi semakin banyak ditemukan.
”Di sinilah, peran kepala daerah untuk melakukan pengawasan. Di level elite mungkin tidak terjadi maladministrasi, tetapi di lapangan banyak warga mengeluhkan buruknya pelayanan publik. Kepala daerah harus benar-benar mewakili kehadiran negara agar warganya dapat dipastikan terlayani dengan baik hak-hak administrasinya,” kata Agus Muttaqin dalam keterangan tertulis, Jum’at (28/5/2021).
Menurut Agus, Kepala Daerah di Jatim harus menaruh perhatian atas permasalahan maladmistrasi. Sebab, warga semakin kritis ketika menjadi korban dalam pelayanan publik. Hal itu berdasarkan data di Ombudsman RI Jatim, yang jumlah pengaduannya terus mengalami kenaikan dan substansi pengaduan yang semakin bervariasi.
Pada tahun 2020, total ada 408 pengaduan dengan tiga besar substansi pengaduan berupa pertanahan, pemerintahan, dan administrasi kependudukan.
Agus mendorong kepala daerah agar dapat memerintahkan inspektorat lebih tegas dalam melakukan pengawasan dalam pencegahan praktik maladministrasi. Inspektorat adalah pengawas internal, sedangkan Ombudsman RI adalah pengawas eksternal.
“Akan lebih baik pengaduan masyarakat diselesaikan di Inspektorat daripada di Ombudsman RI. Artinya, masyarakat menaruh kepercayaan pada mekanisme (pengawasan) internal. Ini juga untuk mengurangi jumlah pengaduan di kami (Ombudsman RI),” jelas Agus.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Johanes Wijiantoro menyampaikan, tugas Ombudsman RI adalah selain menerima pengaduan masyarakat juga harus melakukan pencegahan malaadministrasi.
“Dengan workshop ini kami mendorong pemerintah daerah untuk berbenah standar pelayanan publik yang ada pada UU Nomor 25 Tahun 2009. Jadi kami melakukan pendekatan yang soft dan tidak langsung melakukan penilaian,” ujarnya.
Setelah workshop ini, kata Johanes, pada minggu kedua bulan Juni mendatang akan dilakukan survei. Saat ditanya bagaimana hasil survei Jatim selama ini, Johanes mengatakan tahun 2019 relatif baik. Namun menurutnya, belum seluruh kabupaten/kota yang ikut serta.
“Baru 24 daerah, kalau tahun ini 38 kabupaten/kota kita nilai. Selain itu, hanya lima sektor utama yang kita nilai yakni perizinan ekonomi, non-ekonomi, kesehatan dan pendidikan ini karena keterbatasan Ombudsman untuk menilai,” jelasnya.
Hasil survei kemungkinan akan keluar di bulan Juli. Menurut Johanes, belum tentu tahun 2019 hasil surveinya baik, tahun ini hasilnya juga baik. “Hasilnya bisa fluktuatif tergantung bagaimana kinerja yang dilakukan,” pungkasnya. (Pr/A1)