BicaraIndonesia.id, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Zainul Munasichin mendukung sikap buruh menolak draf Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) tentang rumus perhitungan upah minimum 2025.
Pasalnya, Permenaker tentang perhitungan upah minimum 2025 itu dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023.
“Pemerintah harus tunduk pada putusan MK dalam menentukan upah minum. Putusan itu menghapus aturan lama yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” ujar Zainul Munasichin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 26 November 2024.
Ia mengungkapkan putusan MK sudah jelas mengatur bahwa kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu (α), dengan memperhatikan proporsionalitas Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Menurut dia, jika pemerintah merujuk pada putusan tersebut, para buruh pasti akan menerima penetapan upah minum yang ditetapkan.
“Sebaliknya, kalau pemerintah menentukan rumusan di luar yang ditetapkan MK, maka pasti akan menimbulkan penolakan,” ujar Zainul.
Zainul menilai bahwa draf Permenaker relatif membuat posisi buruh lemah. Dalam draf Permenaker Upah Minimum 2025, kenaikan upah dibedakan menjadi dua kategori. Yaitu, kenaikan upah minimum untuk industri padat karya dan kenaikan upah minimum industri padat modal.
Selain itu, draf Permenaker juga menyebutkan bahwa bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimun, bisa dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan.
“Buruh jelas menolak, karena penetapan upah minimum diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah seperti yang diatur dalam putusan MK,” tegas Zainul.
Untuk itu, Zainul mendesak pemerintah bijak dalam menentukan upah. Menurutnya, wajar jika para buruh meminta kenaikan upah sampai 10 persen.
“Kami berharap pemerintah segera menentukan Upah Minimum 2025 yang sesuai dengan aspirasi buruh,” pungkasnya. (Eki/C1)