BicaraIndonesia.id, Jakarta – Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa terduga terorisme HOK (19) di Kota Batu, Jawa Timur, terpapar paham radikalisme dari media sosial.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Mabes Polri, Brigjen Aswin Siregar mengatakan, bibit radikalisme timbul saat HOK bergabung ke dalam grup paham radikal pada November 2023. HOK berinteraksi dengan seseorang di media sosial hingga akhirnya diajak masuk ke dalam grup berbayar.
“Di dalam grup tersebut tersangka HOK mendapatkan banyak sekali video-video terkait propaganda ISIS atau Daulah Islamiyah seperti eksekusi dan peperangan ISIS, baiat dan bagaimana tindakan-tindakan dan aktivitas ISIS sesuai dengan syariat Islam. Jadi konten itu didapat dari sebuah grup medsos,” ujar Aswin dalam konferensi pers Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Senin 5 Agustus 2024.
Adapun HOK masih merasa penasaran dengan Daulah Islamiyah hingga terdorong mengikuti dua channel media sosial Telegram yang merupakan media penyebaran ajaran radikal internasional. Diketahui channel itu dibuat oleh seseorang di luar negeri.
Dari dua channel itu, Aswin mengungkap bahwa HOK diberikan pemahaman jika pemerintah yang tidak menganut sistem hukum Islam harus diperangi. HOK juga mendapatkan seri ajaran Daulah Islamiyah.
“HOK juga mendapatkan video tutorial mendapatkan bahan-bahan peledak, lagu-lagu berisi propaganda,” kata Aswin.
Tak berhenti sampai di sana, Aswin menyebutkan bahwa pada bulan April-Mei 2024, HOK melakukan pembelian sejumlah bahan untuk membuat bom. HOK pun sempat merakit bom hingga meledak di dalam kamar.
Lambat laun, orang tua HOK akhirnya mengetahui aksi anaknya mulai mengarah pada tindakan terorisme setelah membeli 20 liter zat kimia pada Mei 2024. Saat itu, orang tua meminta HOK berhenti karena dipandang sudah keluar dari jalur yang benar.
“Saat orangtuanya bertanya apa yang meledak, HOK ini menjawab dia lagi main petasan di dalam kamar. Kamar HOK memang selalu tertutup dan keluarganya dilarang untuk masuk ke dalam,” ungkap Aswin.
Aswin menegaskan, saat ini penyidik Densus 88 masih melakukan profiling jaringan medsos yang diikuti oleh HOK itu. Di sisi lain, pihaknya juga mengimbau agar orang tua mengawasi anaknya secara penuh.
“Dari sini semua proses terjadi terhadap seorang remaja dari mulai dapat info sampai termotivasi melakukan bom bunuh diri sekitar 6-7 bulan saja,” pungkas dia. (*/Hum/A1)