Bicaraindonesia.id, Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama National Astronomical Research Institute of Thailand (NARIT) serta History and Heritage Astronomy Group, menjalin kerja sama untuk mengembangkan arkeoastronomi dan etnoastronomi.
Kerja sama ini melibatkan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada dan Universitas Warmadewa. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 20 – 25 Juni 2024.
Dalam kerja sama ini, BRIN dan NARIT akan menelusuri tradisi nenek moyang budaya Thailand (kebudayaan Lanna) dan mengkaji keterkaitannya dengan kebudayaan tradisional Indonesia (Syailendra).
Hal tersebut dilakukan dengan cara mempelajari kaitan benda langit (ilmu astronomi) dengan benda budaya dan tradisinya, baik di Thailand maupun di Indonesia.
Di Indonesia, penelitian akan dilakukan di candi-candi besar, terutama saat terjadi fenomena Solstice dan Purnama. Serangkaian kegiatan dilakukan antara 20 – 22 Juni meliputi Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan sekitarnya.
Pihak Thailand dan tim Indonesia akan melakukan pengukuran, penelitian, dan diskusi di wilayah candi-candi tersebut. Kerja sama melibatkan Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra (Arbastra), Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (IPSH), serta Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa terkait ilmu astronomi.
Momen penting dalam kerjasama ini memanfaatkan posisi matahari di titik balik utara (summer solstice) pada tanggal 21 Juni 2024 sebagai peluang terbaik mengukur panjang bayangan arah timur barat dari candi Borobudur.
Berkenaan dengan fenomena summer solstice (posisi matahari di titik balik utara), yaitu fenomena ketika matahari berada di titik tertinggi di langit bila dicermati dari belahan bumi utara, pada tanggal 20-22 Juni.
Kepala Pusat Riset Antariksa Emanuel Sungging Mumpuni berharap, dengan adanya penelitian berasama ini dapat diperoleh temuan-temuan baru pada bidang astronomi di masa lalu.
“Melalui kerja sama dan FGD ini diharapkan diperoleh temuan baru pada tradisi astronomi masa lalu yang tersimpan dalam artefak (candi Prambanan, Borobudur, Mendut, dan Pawon), manuskrip, dan tradisi lisan,” ujar Sungging dalam siaran persnya dikutip pada Jumat 21 Juni 2024.
“Kegiatan ini sekaligus membuka wawasan ilmu pengetahuan dengan pencabangan baru, bahwa nenek moyang masyarakat di Asia Tenggara telah memiliki pengetahuan tradisional dalam membaca langit yang dapat dikaitkan dengan bidang studi arkeoastronomi dan etnoastronomi,” sambungnya.
Sungging menjelaskan, kegiatan diawali dengan acara lokakarya dan tamasya langit malam bagi anak-anak dan masyarakat pelajar di sekitar candi Borobudur pada 20 Juni 2024.
Kegiatan pengukuran dilaksanakan sepanjang tanggal 20 – 22 Juni 2024 terhadap candi-candi di wilayah Daerah Istimewa Jogjakarta – Jawa Tengah. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok terpumpun (FGD) pada tanggal 22 Juni 2024 di dalam kawasan Borobudur.
Setelah FGD, diadakan acara kebudayaan sebagai ajang saling bertukar tutur dan pertunjukan tradisi lokal terkait langit dari kedua negara, Indonesia dan Thailand. Seperti pembacaaan manuskrip Jawa dan Bali yang bertemakan langit. (*/A1)