Bicaraindonesia.id, Surabaya – Dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya mengusulkan retribusi pengolahan limbah bagi rumah tinggal maupun non rumah tinggal. Usulan ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Sub Koordinator Pengolahan Air Limbah Domestik Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya, Sintya Diah Puspitasari mengatakan, bahwa ada penambahan retribusi dalam jasa umum pelayanan kebersihan yang diusulkan dalam Pansus.
“Yang saat ini berjalan adalah pengolahan limbah cair bentuk tinja (black water). Jadi kami mengusulkan pengenaan retribusi pengolahan limbah non tinja (grey water) untuk tempat non rumah tinggal,” kata Sintya usai rapat Pansus Raperda PDRD di ruang Komisi B DPRD Surabaya, Jumat (07/07/2023) sore.
Sintya menjelaskan, retribusi ini dikhususkan untuk tempat-tempat non rumah tinggal. Seperti di antaranya mall, hotel, apartemen, rumah makan dan perkantoran.
“Tempat non-rumah tinggal ini nantinya akan dikenakan retribusi pengolahan grey water sebesar Rp60 ribu per meter kubik,” ungkapnya.
Kemudian, Untuk yang rumah tinggal kata Sintya, pihaknya juga mengusulkan tarif penyedotan dan pengolahan layanan lumpur tinja terjadwal (LLTT) yang dilakukan oleh armada milik Pemkot Surabaya.
Sintya menyatakan bahwa hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) PU Nomor 4 Tahun 2017. Dimana dalam Permen itu menyebutkan bahwa untuk rumah tinggal setiap tiga tahun sekali diwajibkan melakukan penyedotan.
“Ini potensinya cukup besar karena jumlah rumah tinggal di Kota Surabaya ada sekitar 700 ribu rumah tinggal,” katanya.
Sementara itu, Ketua Pansus Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kota Surabaya, Anas Karno menyambut baik usulan retribusi layanan pengolahan limbah tersebut. Dimana layanan tersebut saat ini hanya dilakukan oleh swasta.
“Jadi ke depan pengolahan limbah ini sudah dilakukan oleh pemerintah kota,” kata Anas Karno.
Selain itu, Anas menilai, untuk pengolahan limbah grey water yang diperuntukkan bagi non-rumah tinggal ini bisa menjaga lingkungan dari bahaya pencemaran limbah. Juga, dapat meningkatkan PAD bagi Kota Surabaya karena potensinya juga sangat tinggi.
“Ada ratusan bahkan lebih bangunan non rumah tinggal baik itu restoran, hotel maupun apartemen dan perkantoran di Kota Surabaya dan itu nanti dikelola oleh pemkot. Maka selain PAD kondisi lingkungan sekitar juga terjaga dari kontaminasi limbah yang dihasilkan oleh tempat tersebut,” urainya.
Namun demikian, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya itu juga memberikan masukan. Dimana pengenaan retribusi ini ke depannya tidak hanya menyasar terhadap tempat yang sudah memiliki instalasi pengolahan limbah.
“Kami inginkan secara teknis untuk diatur kembali sejauh mana Perda ini nanti mengatur setiap tempat non-rumah tinggal. Jadi nantinya jika disahkan tidak hanya menyasar pada tempat non-rumah tinggal yang sudah memiliki instalasi pengolahan limbah,” pungkasnya. (*)
Editorial: A1