Bicaraindonesia.id – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, sebagai Eco Campus terus mendukung beragam aktivitas yang berkaitan dengan perlindungan alam. Salah satunya adalah melalui Kelompok Studi Burung Liar Pecuk (KSBL Pecuk). Komunitas ini bergerak dalam bidang konservasi lingkungan hidup khususnya burung liar.
Komunitas yang berdiri di ITS sejak tahun 2006 ini terus membentangkan sayapnya. Berawal dari kepedulian beberapa mahasiswa tentang masalah populasi dan konservasi burung, kini sudah terdapat puluhan mahasiswa lain yang bergabung di dalamnya.
“Dulu awal sebelum terbentuk komunitas resmi, kelompok ini hanya sekadar perkumpulan mahasiswa yang memiliki hobi dan concern yang sama,” kata Alifah Adany, Ketua KSBL Pecuk periode ini.
Alifah menjelaskan, nama Pecuk sendiri, diambil dari spesies burung yang menetap di lingkup sekitar ITS. Menurutnya, ada cerita tersendiri di balik pemakaian nama burung pecuk tersebut.
“Kalau ditilik lagi dari daerah geografis, ITS daerah Sukolilo yang dekat dengan Wonorejo merupakan daerah pesisir, di sana ada banyak burung air yang salah satunya adalah pecuk ini. Masa lalu ITS yang masih berupa rawa-rawa juga membuat burung pecuk sering terlihat di sini,” terangnya.
Burung sebagai indikator hidup lingkungan sehat, menjadi fokus utama komunitas ini. Aktivitas yang rutin dilakukan komunitas ini yakni pengamatan populasi burung di sekitar ITS, Wonorejo, Cangar, hingga Wonosalam.
Alifah menyebut, hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah populasi yang ada, arah migrasi, hingga analisis lingkungan apabila terdapat anomali pada aktivitas burung.
“Misalnya, burung A yang biasanya bermigrasi ke daerah Z kini sudah tidak ada, kami pun juga mencari tahu apa ada yang salah dari tempat Z hingga burung A lebih memilih tempat lain sebagai lokasi migrasinya,” katanya.
Tak jarang juga KSBL Pecuk mengikuti lomba pengamatan burung hingga tingkat nasional. Salah satunya Bali Birdwatching dan Lawu Birdwatching Competition pada 11-13 Oktober silam. Kompetisi ini, diadakan di Tahura KGPAA Mangkunegoro I.
“Jadi lombanya itu pengamatan burung-burung gunung dan sketsa, serta fotografi,” kata mahasiswi Departemen Biologi ITS Angkatan 2016 itu.
Di umur yang sudah tidak muda lagi, komunitas tersebut telah berkontribusi banyak bagi kampus ITS. Lingkungan ITS yang bersahabat, membuat spesies tumbuhan dan hewan yang ada pun beragam. Keberagaman tersebut dipecahkan oleh KSBL Pecuk melalui identifikasi flora dan fauna ITS.
Berpangkal di Departemen Biologi ITS, Komunitas ini juga terbuka untuk siapa saja yang ingin bergabung. Ada dua istilah dalam keanggotaan KSBL Pecuk itu sendiri, yakni Fledgling of Pecuk alias anggota utama dari komunitas ini dan Sahabat Pecuk, yakni sebutan bagi orang-orang luar komunitas yang ikut bergabung dengan kegiatan.
Para anggota komunitas ini pun terlatih bertahan hidup di setiap kondisi dan cuaca. Hal tersebut dikarenakan sering kali medan yang ditempuh saat pengamatan sulit untuk dicapai dan cuaca yang tidak menentu.
Alifah mengungkapkan, bahwa seringkali ketika musim hujan dan medan berlumpur komunitas ini juga melakukan pengamatan. Namun, anggota komunitas ini melaluinya dengan baik, bahkan tanpa memakai alas kaki, terpeleset dan terjerembab sudah hal yang lumrah. “Bahkan pernah sampai harus berjalan dengan merayap,” ungkapnya.
Tak hanya melakukan kegiatan di lingkup komunitas, Alfiyah menyebut, KSBL Pecuk pun sering terjun dalam masyarakat untuk memberi sosialisasi hingga pengabdian masyarakat.
“Kami selalu menyuarakan betapa pentingnya mengurangi polusi sampah dan suara. Dua hal itu yang fatal bagi keberadaan spesies burung,” pungkasnya.