Bicaraindonesia.id, Surabaya – Dalam menyemarakkan Bulan Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), biasanya masyarakat menggelar beragam lomba. Seperti di antaranya, lomba balap karung, makan kerupuk, panjat pinang dan sebagainya.
Namun hal ini berbeda dengan lomba yang digelar oleh SMA Kertajaya Surabaya. Dalam menyemarakkan HUT ke – 77 RI, para pelajar di sana, berlomba mengikuti hafalan dan membaca Al-Qur’an.
Kepala SMA Kertajaya Surabaya, Samini mengatakan, lomba hafalan dan membaca Al-Quran tidak hanya diikuti oleh siswa biasa. Namun juga ada empat orang siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tunanetra dan dua anak slow learning yang turut unjuk kebolehan.
“Ada 17 anak yang ikut lomba hafalan dan baca Al-Quran 30 juzz, kemudian 8 anak ikut hafalan dan baca Al-Quran 17 juzz kemudian sisanya 3 anak mengikuti yang 7 juzz,” kata Samini kepada awak media, Rabu (31/8/2022).
Bukan sekadar hafalan dan membaca saja, dalam lomba ini Samini ingin para pelajar SMA Kertajaya memahami sekaligus menanamkan ilmu dan isi dari bacaan Al-Quran ke dalam diri mereka masing-masing.
Selain mengamalkan bacaan Al-Quran, Samini juga berharap kepada murid-muridnya itu agar turut mendoakan para pahlawan yang telah gugur.
Meski dalam lomba ini ada enam orang siswa ABK, Samini mengaku tidak ada kesulitan ketika memberikan materi pelajaran maupun saat mengajari untuk membaca Al-Quran. Dengan bantuan siswa lainnya, siswa ABK dapat dengan lancar menghafal maupun membaca kitab suci umat muslim tersebut.
“Siswa ABK kami fasilitasi dengan smartphone dalam belajar mengajar, kemudian untuk baca Al-Quran disediakan khusus dengan huruf Arab braille. Jadi ada aplikasi khusus juga, untuk anak tunanetra,” jelasnya.
Agar siswa ABK tidak minder ketika mengikuti belajar mengajar di kelas, maka untuk peserta didik reguler turut diberi pengertian dan pengetahuan soal ABK.
Tujuannya yakni, agar peserta didik reguler yang ikut pembelajaran di dalam kelas, tidak menganggap remeh atau sampai timbul tindakan bullying terhadap siswa ABK.
“Setelah ada pembekalan, lalu kami bentuk tim. Untuk anak slow learning itu ada enam siswa pendamping secara sukarela, begitu dengan yang tunanetra. Hal itu berkelanjutan hingga siswa ABK itu bisa mandiri dan berani bersosialisasi,” pungkasnya. (SP/B1)