Bicaraindonesia.id, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya meresmikan Kampung Ceria dan Batik Tin Gundih di Jalan Sumber Mulyo IV, Kelurahan Gundih, Bubutan, Surabaya, Jumat (24/6/2022) malam. Kedua kampung ini terbentuk berawal dari program cangkrukan yang digagas Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi pada tahun 2021.
Saat menggagas program cangkrukan pada tahun 2021, dia meminta kepada camat dan lurah agar dapat menghidupkan masing-masing wilayahnya. Segala persoalan pun dirembuk saat cangkrukan, tak terkecuali konsep pengembangan kampung.
“Jadi kalau kita mau tanya, sebenarnya kampung ini konsepnya siapa? Ini adalah konsep kebersamaan, konsep yang dari gotong-royong pertemuan musyawarah mufakat tadi, sehingga muncullah kampung ini,” kata Eri Cahyadi.
Oleh sebabnya, dia melihat Kampung Ceria dan Batik Tin Gundih sangatlah luar biasa. Bagaimana konsep penataan di RW IV Kelurahan Gundih ini dinilainya membuat nyaman masyarakat. Dilengkapi gazebo untuk cangkrukan, serta sejumlah fasilitas permainan tradisional anak.
“Ini yang membuat saya bangga. Karena apa? anak-anak hari ini di Surabaya sebagai penerus bangsa harus bisa bersosialisasi, bertemu satu dengan lainnya untuk berkomunikasi. Tapi kalau kebiasaan bermain gadget, itu orang akan menjadi individualistis dan kapitalis,” jelasnya.
Bagi dia, Surabaya tidak bisa dijadikan sebagai kota kapitalis. Sebab, Surabaya dibangun dengan gotong-royong dan kebersamaan. Bahkan itu telah diajarkan oleh Presiden Pertama RI Soekarno melalui api perjuangan gotong-royongnya ketika melawan penjajah. “Dan itu ditunjukkan oleh RW IV Kelurahan Gundih ini,” tegasnya.
Karenanya, Eri juga menginginkan agar Kampung Ceria dan Batik Tin Gundih Surabaya menjadi destinasi wisata. Nah, untuk memperkuat icon wisata di kampung ini, pihaknya bakal melengkapinya dengan lampion-lampion di sepanjang sungai Kampung Gundih.
“Sehingga ini akan menjadi kampung yang nyaman, ramah anak. Sehingga anak semakin nyaman untuk bertemu, bersosialisasi dengan teman-temannya. Dan saya yakin, inilah gotong-royong yang ditunjukkan oleh warga Surabaya,” harapnya.
Dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, Eri juga mengapresiasi terbentuknya Kampung Batik Tin Gundih. Sebab, melalui kolaborasi antara camat, lurah dan warga, akhirnya ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di sekitar tergerak melalui pemberdayaan usaha batik.
Meski belum lama terbentuk, Kampung Batik Tin Gundih telah menerima pesanan dengan nilai hingga Rp23 juta. Bahkan yang membuat menarik, produk Kampung Batik Tin Gundih mengusung motif desain unik dan bisa dipesan sesuai selera. Menurut Cak Eri, desain menjadi salah satu faktor bagaimana harga sebuah batik itu mahal atau tidaknya.
“Ini kolaborasi dan gotong royong yang sangat luar biasa. Saya yakin, kalau semua kampung seperti ini, maka Surabaya quantum lompatannya akan sangat bagus ketika menyelesaikan kemiskinan di Surabaya,” imbuhnya.
Di waktu yang sama, Camat Bubutan Kota Surabaya, Kartika Indrayana menyampaikan, Kampung Ceria dan Batik Tin Gundih merupakan wujud keberhasilan program cangkruan yang digagas Wali Kota Eri Cahyadi. Berawal dari diskusi bersama saat cangkruan, akhirnya terbentuk dua konsep kampung tersebut.
“Saat cangkrukan itu, kita diskusi dengan Bu Lurah, Pak RW dan warga untuk membentuk kampung seperti ini,” kata Kartika.
Menurutnya, konsep yang diusung Kampung Ceria adalah kegotong-royongan dan swadaya masyarakat. Bagaimana masyarakat bergotong-royong dalam menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi seluruh warga, tak terkecuali anak-anak.
“Kita melestarikan permainan-permainan tradisional anak. Ada juga tanaman-tanaman toga, musik dan batik utamanya,” ujar Kartika.
Dia menjelaskan, bahwa Kampung Batik Tin Gundih telah menjadi icon baru batik di RW IV Kelurahan Gundih. Maskot Batik Tin Gundih yang diusung berawal dari penanaman Pohon Tin atau Ara yang dilakukan warga setelah diskusi bersama dalam program cangkrukan pada November 2021 lalu.
“Jadi diawali sekitar November kami cangkrukan, lalu dilakukan penanaman Pohon Tin atau Ara bersama warga dan komunitas. Kemudian dijadikan maskot untuk Batik Tin. Makanya kita kasih brandnya Kampung Batik Tin Gundih,” jelas dia.
Setidaknya, sekarang ini ada 25 warga yang terlibat dalam produksi pembuatan Batik Tin Gundih. Mereka terdiri dari 16 MBR dan 9 warga non-MBR. Sebelumnya mereka pun telah mendapatkan sejumlah pelatihan keterampilan membatik dari Kelurahan Gundih.
“Sekarang sudah mencapai Rp23 juta pesanan. Kita juga kerja sama dengan hotel untuk seragam pegawai pesan di kami. Ke depan kita berharap batik kita ini bisa dipamerkan di tempat-tempat yang lebih menjangkau kelas-kelas atas,” pungkas dia. (*/B1)