Bicaraindonesia.id, Jakarta – Kasus tragis anak berusia 6 tahun yang dirantai oleh orang tua (ortu) di Mesuji, Lampung, menjadi sorotan serius Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Melalui Tim Layanan SAPA 129, Kemen PPPA langsung berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Lampung untuk memberikan pendampingan menyeluruh kepada korban.
Plt. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Ratna Susianawati, menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. Ia menegaskan, tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan tindakan kekerasan terhadap anak.
“Kemen PPPA melalui Tim Layanan SAPA129 telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung dan UPTD PPA Lampung untuk memastikan korban mendapatkan layanan pendampingan psikologis, pemenuhan kebutuhan dasar, serta layanan konseling bagi ibu korban guna memperkuat kemampuan pengasuhan dan mendukung proses pemulihan keluarga,” ujar Ratna dalam keterangan tertulis di Jakarta dikutip pada Rabu (29/10/2025).
Ratna mengungkapkan, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ayah tiri korban telah ditahan pihak kepolisian. Sementara ibu kandung korban masih dimintai keterangan karena anak-anaknya masih membutuhkan pengasuhan.
“Kami mengapresiasi atas respon pihak kepolisian yang telah menahan ayah tiri korban. Saat ini kami masih menunggu hasil pemeriksaan psikologis pada korban dan ibu korban oleh Psikolog Klinis UPTD PPA Provinsi Lampung,” tegasnya.
Ia menambahkan, kasus ini tergolong kekerasan fisik dan penelantaran anak yang diduga terjadi akibat ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pengasuhan yang layak.
Pelaku dapat dijerat dengan sejumlah pasal pidana. Untuk tindakan penelantaran anak, pelaku bisa dijerat Pasal 76B jo 77B Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp100 juta.
Sementara untuk kekerasan fisik, pelaku dapat dikenakan Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (4) Undang-Undang yang sama, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp72 juta. Hukuman dapat diperberat sepertiga karena pelaku merupakan orang tua.
Selain itu, tindakan eksploitasi ekonomi terhadap anak juga diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda Rp200 juta sesuai Pasal 76I jo Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Menurut Ratna, kejadian ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperkuat sistem deteksi dini dan pelaporan kekerasan anak di tingkat desa dan kelurahan melalui Ruang Bersama Indonesia.
Kemen PPPA juga mendorong pengembangan layanan pengasuhan alternatif berbasis masyarakat, baik gratis maupun bersubsidi, yang sesuai standar dan prioritas keluarga muda produktif.
Pemerintah telah mengatur hal ini melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2024 tentang Layanan Pemenuhan Hak Anak, yang mencakup peran PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) sebagai lembaga penyedia layanan pendampingan keluarga, termasuk keluarga rentan.
PUSPAGA berfungsi memberikan edukasi dan dukungan psikososial untuk meningkatkan kualitas pengasuhan keluarga. Layanan ini bersifat preventif dan gratis bagi seluruh masyarakat.
Selain PUSPAGA, Kemen PPPA bersama Badan Standardisasi Nasional (BSN) juga mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 9255:2024 tentang Taman Asuh Ramah Anak (TARA), atau daycare ramah anak yang menjamin pemenuhan hak pengasuhan berbasis hak anak.
Kemen PPPA sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran Menteri PPPA No. 61 Tahun 2020 tentang pedoman penyelenggaraan daycare ramah anak bagi pekerja di daerah.
Ratna mengajak seluruh pihak untuk meningkatkan deteksi dini terhadap kasus kekerasan anak melalui aktivis, relawan, dan masyarakat di tingkat akar rumput. Ia menekankan pentingnya edukasi pola asuh positif dan kolaborasi antara pemerintah daerah, dunia usaha, serta lembaga masyarakat.
“Pemerintah daerah juga dapat mengembangkan TARA bersama dunia usaha dan lembaga masyarakat sesuai amanat Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan untuk memenuhi hak pengasuhan positif berbasis hak anak,” ujarnya.
Kemen PPPA mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk tidak diam terhadap kekerasan anak. Bila mengetahui, melihat, atau mengalami kekerasan, masyarakat dapat melapor ke Layanan SAPA129 melalui nomor 081-111-129-129. (*/Pr/A1)


