Bicaraindonesia.id, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait kasus kekerasan seksual dan eksploitasi yang dialami siswi kelas 5 sekolah dasar (SD) di Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), Sulawesi Tengah.
Sebanyak delapan pelaku, termasuk ayah kandung, ibu kandung, dan kakak kandung korban telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyatakan keprihatinannya atas kejadian tersebut. Ia menegaskan, kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi.
“Dalam kasus ini, anak perempuan berada pada posisi rentan terhadap kekerasan seksual. Kekerasan seksual terjadi juga karena patriarki yang mengakar kuat dalam keluarga. Keluarga yang harusnya memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak malah menjadi pelaku kekerasan,” ujar Menteri PPPA dalam siaran tertulis di Jakarta dikutip pada Senin (13/10/2025).
Arifah mengapresiasi langkah cepat berbagai pihak yang telah memberikan pendampingan psikologis kepada korban. Saat ini korban telah ditempatkan di rumah perlindungan, menjalani pemeriksaan medis, serta memperoleh pendampingan hukum selama proses penyidikan berlangsung.
Pendampingan kasus dilakukan oleh Dinas P3AP2KB (Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana) Banggai Kepulauan bersama Dinas Sosial setempat. Pendampingan juga diberikan kepada dua terlapor berusia anak yang termasuk dalam kategori Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH).
Selain itu, UPTD PPA Sulawesi Tengah sedang menjadwalkan pemeriksaan psikologis terhadap korban dan bekerja sama dengan Dinas P3P2KB Banggai Kepulauan untuk mengakseskan korban beserta adiknya ke Sentra Kemensos sebagai langkah memastikan pengasuhan anak ke depan.
Menteri PPPA juga mengapresiasi Polsek Bulagi dan Polres Banggai Kepulauan atas respons cepat terhadap laporan korban yang didampingi Dinas P3AP2KB Bangkep.
“Kami mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” katanya.
Ia juga mendorong dua anak yang berkonflik dengan hukum diproses sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak agar tetap memperoleh hak dan pembinaan yang komprehensif.
“Kemen PPPA juga akan berkoordinasi dengan UPTD PPA untuk melakukan pelaporan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar korban mendapatkan perlindungan,” tambah Arifah.
Menteri PPPA menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mencegah dan melaporkan tindak kekerasan terhadap anak. Melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), penguatan pola asuh positif di keluarga dinilai penting untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat segera melapor apabila melihat, mendengar, atau mengetahui adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Layanan SAPA 129 di call center 129 atau WhatsApp 08111-129-129. (*/Pr/A1)