Bicaraindonesia.id, Jakarta – Industri pengolahan nonmigas kembali menunjukkan peran strategisnya sebagai penopang utama kinerja ekspor Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2025, kontribusi industri pengolahan nonmigas mencapai 72,55% dari total ekspor nasional, dengan nilai ekspor sebesar US$13,22 miliar.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, capaian tersebut mencerminkan ketahanan industri manufaktur dalam menghadapi dinamika global.
“Kontribusi lebih dari 70 persen membuktikan bahwa industri pengolahan nonmigas adalah mesin utama ekspor nasional dan penyumbang devisa terbesar bagi perekonomian kita,” ujar Agus dalam siaran persnya di Jakarta dikutip pada Kamis (2/10/2025).
Secara tahunan (yoy), ekspor industri pengolahan nonmigas pada Agustus 2025 meningkat 7,91% dibanding periode sama tahun lalu. Sementara secara kumulatif Januari-Agustus 2025, nilai ekspor sektor ini mencapai US$104,43 miliar atau berkontribusi 71,32% dari total ekspor nasional.
Beberapa komoditas unggulan yang menopang ekspor antara lain:
- Besi dan baja: US$2,79 miliar, naik 18,74% (yoy).
- Mesin dan perlengkapan elektrik: US$1,42 miliar, tumbuh 12,45% (yoy).
- Produk kimia dan farmasi: US$940 juta, naik 9,3% (yoy).
- Makanan dan minuman olahan: US$1,1 miliar, meningkat 6,7% (yoy).
Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong bagi industri pengolahan nonmigas pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$11,35 miliar atau 74,5% dari total impor nasional.
Menurut Agus, hal ini menjadi sinyal positif karena sebagian besar impor digunakan untuk mendukung produksi domestik.
“Komposisi impor bahan baku yang tinggi adalah indikasi positif, karena sebagian besar impor kita bukan untuk konsumsi akhir, melainkan untuk mendukung keberlangsungan produksi dan ekspor industri dalam negeri,” jelasnya.
Menperin menambahkan, pemerintah berkomitmen meningkatkan nilai tambah industri nasional melalui kebijakan hilirisasi dan program substitusi impor.
“Kebijakan hilirisasi akan memperluas basis ekspor kita, sementara program substitusi impor akan memperkuat kemandirian bahan baku dalam negeri,” tegasnya.
Selain itu, Kemenperin juga terus memperkuat kerja sama internasional untuk memperluas akses pasar global dan menjaga iklim usaha yang kondusif bagi investasi industri.
“Dengan kontribusi dominan terhadap ekspor, industri pengolahan nonmigas terbukti menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Ke depan, kami akan terus memperkuat daya saing industri agar Indonesia tidak hanya menjadi basis produksi regional, tetapi juga pemain utama dalam rantai pasok global,” kata Agus.
Capaian ekspor tersebut sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dirilis Kemenperin. Pada September 2025, IKI tercatat 53,02 poin, masih berada di zona ekspansi meskipun sedikit melemah dari Agustus 2025 (53,55 poin). Angka ini juga lebih tinggi dibanding September 2024 yang berada di level 52,48 poin.
Dari 23 subsektor industri pengolahan, tercatat 21 subsektor masih berada di zona ekspansif, sedangkan dua subsektor lainnya masuk kontraksi. IKI berorientasi ekspor mencapai 53,99 poin, sementara IKI domestik berada di level 51,92 poin.
Sementara itu, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2025 tercatat 50,4, berada di atas ambang batas 50,0 yang menandakan aktivitas industri tetap ekspansif meskipun melambat dibanding Agustus 2025 yang mencapai 51,5 poin. (*/Pr/A1)


