Bicaraindonesia.id, Surabaya – Kota Surabaya kini memiliki ikon baru di Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri. Ikon tersebut berupa monumen Ayam Jago yang menjadi penanda sejarah perjuangan Joko Berek atau Raden Sawunggaling, sosok legenda di Kota Pahlawan.
Camat Lakarsantri, Yongky Kuspriyanto Wibowo, menjelaskan, monumen Ayam Jago menandai cikal bakal berdirinya Kota Surabaya.
“Menurut cerita para sesepuh di wilayah Lakarsantri, Joko Berek atau Raden Sawunggaling merupakan anak dari Adipati Jayengrono, seorang raja yang berkuasa di Kadipaten Surabaya pada zaman dulu,” kata Yongky, dalam keterangan tertulis di Surabaya dikutip pada Rabu (10/9/2025).
Yongky mengungkap bahwa Joko Berek memiliki hobi memelihara dan adu ayam jago. Singkat cerita, Joko Berek yang saat itu tinggal bersama ibunya, Biyung Dewi Sangkrah, menanyakan keberadaan ayahnya. Dewi Sangkrah lantas menjawab, ayahnya adalah seorang Adipati bernama Jayengrono.
“Saat itu, Joko Berek diberi ibunya sehelai selendang warna kuning. Katanya, kalau ingin mencari keberadaan ayahnya, agar membawa selendang kuning itu ke Kadipaten Surabaya, tempat kerajaan Jayengrono,” jelas Yongky.
Sesampainya di Kadipaten Surabaya, Joko Berek bertemu dengan dua saudara tirinya, Sawungrana dan Sawungsari. Sawungrana dan Sawungsari menanyakan maksud serta tujuan Joko Berek datang ke Kadipaten Surabaya.
Joko Berek mengaku sebagai anak Adipati Jayengrono, tapi mereka tidak percaya hingga menantangnya untuk bertarung ayam jago dan memanah.
“Joko Berek pun memenangkan pertarungan dan akhirnya bertemu dengan Jayengrono, seraya menyerahkan selendang kuning pemberian ibunya,” tambah Yongki.
Perjuangan Joko Berek belum berhenti. Agar bisa tinggal di Kadipaten Surabaya, Jayengrono meminta Joko Berek membabat hutan Wonokromo, yang menjadi cikal bakal berdirinya Kota Surabaya.
“Wonokromo dulunya hutan. Kenapa ada ayam? Karena saat mencari ayahnya, Joko Berek selalu membawa ayam dan selalu menang dalam adu ayam,” ujar Yongky.
Monumen Ayam Jago yang terletak di antara ruas Jalan Raya Menganti, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri ini bukan hanya menandai perjuangan Joko Berek, tetapi juga menjadi pengingat sejarah asal berdirinya Surabaya. Lokasinya pun strategis, tidak jauh dari Makam Raden Sawunggaling.
Yongky menjelaskan, warga Lidah Wetan telah meminta Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, untuk membangun monumen ini sebagai penanda sekaligus penarik wisata sejarah. Ia berharap, kawasan wisata sejarah dan religi di Lidah Wetan bisa terus berkembang.
“Harapannya infrastruktur penunjang, seperti taman dan tempat parkir, bisa segera dibenahi. Hasilnya (monumen) bagus dan warga antusias karena sudah lama menjadi keinginan mereka sejak 2023. Akhirnya monumen terealisasi pada 2025,” katanya.
Sementara itu, Ketua LPMK Lidah Wetan Surabaya, M. Andi Bocor menuturkan, berdasarkan cerita leluhur, monumen Ayam Jago sebenarnya pernah ada, namun hilang pada zaman kolonial Belanda.
“Saat warga menggelar napak tilas menuju Balai Kota Surabaya dan bertemu Wali Kota, mereka meminta dibangunkan kembali monumen Ayam Jago,” kata Andi.
“Monumen yang ada saat ini tingginya mencapai 7 meter dan dibuat oleh seniman Surabaya dalam waktu 2–3 minggu,” sambungnya.
Andi berharap, monumen ini dapat mendongkrak wisata seni budaya tradisional di Surabaya Barat. Ia juga berharap monumen ini bisa disinergikan dengan wisata edukasi anak-anak serta religi di makam Joko Berek.
“Karena kearifan lokal itu bisa juga menjadi sarana wisata sejarah. Di situ juga kan ada makam Joko Berek Sawunggaling, dan bisa jadi wisata religi juga dan itu bisa disinergikan,” pungkasnya. (*/An/A1)