Bicara IndonesiaBicara Indonesia
  • Beranda
  • Bicara Nasional
    • Bicara Pemerintah
    • Bicara Politik
    Bicara NasionalShow More
    Istighosah Hari Santri 2025 bertajuk "Doa Santri untuk Negeri”, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (21/10/2025) | Foto: Kemenag
    Menag Nasaruddin Umar Ajak Santri Jaga Keikhlasan dan Kesantunan
    Rabu, 22 Okt 2025
    dok. Lereng Gunung Lawu di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah | Sumber Foto: Pemprov Jateng
    ESDM Tegaskan Gunung Lawu Tidak Masuk Wilayah Kerja Panas Bumi
    Senin, 20 Okt 2025
    Presiden Prabowo Subianto menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara Rp13,25 triliun di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (20/10/2025) | Sumber Foto: Biro Pers Setpres
    Kejagung Serahkan Rp13,25 T ke Kemenkeu Perkara Korupsi CPO
    Senin, 20 Okt 2025
    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat memimpin Apel Ojol Kamtibmas di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025) | Foto: Divhum Polri
    Polri Ajak Komunitas Driver Ojol Bersinergi Jaga Kamtibmas
    Senin, 20 Okt 2025
    Timnas Hoki Outdoor Putri Indonesia dalam kejuaraan "Central Asian Women’s Hockey Championships 2025" di Uzbekistan pada 10-17 Oktober 2025 | Sumber Foto: PP FHI
    Timnas Hoki Putri Indonesia Juara Asia Tengah 2025
    Minggu, 19 Okt 2025
  • Bicara Ekonomi
  • Bicara Edunesia
  • Bicara Hankam
  • Bicara Lifestyle
  • Bicara Olahraga
  • Indeks
Reading: Mencoba Menjadi Pendengar Sejati
Share
Bicara IndonesiaBicara Indonesia
  • Beranda
  • Bicara Nasional
  • Bicara Ekonomi
  • Bicara Edunesia
  • Bicara Hankam
  • Bicara Lifestyle
  • Bicara Olahraga
  • Indeks
Search
  • Kategori
    • Bicara Global
    • Bicara Peristiwa
    • Bicara Hukrim
    • Bicara Kementerian
    • Bicara BUMN
    • Bicara Lembaga
    • Bicara Energi
    • Bicara Maritim
  • Kategori
    • Bicara Wisata
    • Bicara Komunitas
    • Bicara Olahraga
    • Bicara Misteri
    • Bicara Khazanah
    • Bicara Jatim
    • Bicara Jateng
    • Bicara Jabar
Follow US
  • Tentang
  • Editorial
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Informasi Iklan
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Copyright 2019-2025 - Bicaraindonesia.id
Bicara Opini

Mencoba Menjadi Pendengar Sejati

Redaksi
Laporan: Redaksi
Rabu, 23 Jul 2025
Share
7 Min Read
Aan Haryono, Komisioner KPID Jatim (dok. Pribadi)
Aan Haryono, Komisioner KPID Jatim (dok. Pribadi)
Ad imageAd image

Oleh: Aan Haryono
Komisioner KPID Jatim

Suatu hari, seorang anak bertanya kepada ibunya, “Bu, kenapa aku harus bicara kalau bisa kirim emoji?”
Sang ibu tertawa kecil, lalu diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sebab di layar ponselnya sendiri, sudah ada sepuluh pesan masuk dan semuanya dibalas dengan stiker.

Di zaman ini, pertemanan bisa dimulai dengan like, berlanjut dengan emoji, dan berakhir dengan unfollow. Anak-anak lahir ke dunia yang bisa mereka sentuh dengan jempol, tapi seringkali tidak mereka rasakan dengan hati.

Orang bilang, ini zaman yang canggih. Tapi anak-anak malah sering tak tahu harus bicara apa ketika bertemu sungguhan. Dunia digital membuka pintu selebar-lebarnya, lalu diam-diam menutup ruang-ruang di hati.

Apa kabar masa kecil yang dulu penuh tanah, lumpur, dan teriakan riang? Hari ini, anak-anak lebih akrab dengan layar ponsel ketimbang bau hujan di tanah lapang.

Dan kita para orang dewasa, kadang sibuk menanam investasi pada pendidikan, kursus, dan masa depan. Tapi lupa berinvestasi pada satu hal yang paling sederhana: menemani mereka tumbuh sebagai anak-anak. Begitulah. Mereka tumbuh dengan jempol yang selalu sibuk dan hati yang perlahan sepi.

Kita hidup di zaman yang aneh: perbincangan tentang investasi pada masa depan anak-anak semakin ramai, tapi perjumpaan antara anak dan masa kecilnya sendiri justru makin langka. Tak ada lagi tapak kaki di tanah yang basah selepas hujan, atau coretan kapur di lantai gang sempit. Masa kecil yang dahulu riuh oleh keriangan kini beringsut ke dalam algoritma, jadwal privat les coding, dan notifikasi aplikasi edukasi.

Inilah zaman ketika tantangan terbesar anak bukan hanya kemiskinan atau kekerasan fisik, tapi kehilangan makna. Mereka tumbuh dengan akses informasi tak terbatas, tapi minim ruang untuk bertanya dan didengarkan. Mereka bisa melihat dunia, tapi sering tak bisa memahami dirinya sendiri.

Ada yang berubah diam-diam dan dalam. Anak-anak hari ini menghadapi tantangan yang tidak dialami generasi sebelumnya: ruang digital. Di sana, segala sesuatu hadir sekaligus samar. Ada edukasi, ada pornografi. Ada peluang belajar, ada ancaman perundungan. Ada jejaring sosial, tapi juga keterasingan.

Ketika algoritma mengatur pertemanan, anak-anak tidak lagi belajar menyapa, menunggu giliran, atau kecewa tanpa dendam. Mereka belajar cepat, tapi bukan tentang etika. Mereka mahir mengetik, tapi gagap saat harus berbicara dengan orang nyata. Pertemanan digital begitu cair dan juga rapuh.

Sebagian besar anak kini hadir di dunia maya lebih banyak daripada di ruang tamu keluarga. Statistik bisa bicara: anak-anak usia 10–17 tahun menghabiskan lebih dari 4 jam per hari di depan layar. Tetapi statistik tak bisa menggambarkan sunyi yang menyelusup dalam keakraban semu itu. Betapa banyak dari mereka yang tumbuh dalam keramaian digital, tetapi merasa sendiri dalam hidupnya sendiri.

Lalu bagaimana dengan investasi? Kata itu kini tak hanya milik pebisnis, tapi juga orangtua. Mereka bicara tentang tabungan pendidikan, kursus bahasa asing sejak balita, bahkan program nutrisi yang dikalkulasi sedetail portofolio saham. Tidak salah. Tapi pertanyaannya: apakah yang kita tanam hari ini sungguh untuk tumbuhnya anak sebagai manusia, atau hanya sebagai produk dari ambisi dewasa?

Pendidikan kini berubah menjadi pasar kompetisi sejak usia dini. Anak dituntut cepat, unggul, berprestasi. Tapi tak banyak ruang untuk gagal dengan sehat. Padahal dalam kekalahan yang wajar, seorang anak belajar tentang dirinya lebih dari sekadar nilai.

Apa arti adaptasi jika yang dituntut adalah menyerupai mesin? Bagaimana anak bisa bertumbuh jika hidupnya ditentukan oleh algoritma dan kurikulum yang tak membuka ruang untuk bermain, berkhayal, dan mengenali diri?

Di tengah perubahan ini, keluarga seharusnya menjadi ruang aman. Tapi tak semua keluarga mampu atau sadar akan perannya. Orangtua pun kelelahan. Mereka bekerja keras di dunia yang cepat, lalu berharap anak-anak mereka kuat menyesuaikan diri tanpa sempat diajak bicara.

Tumbuh adalah soal waktu dan kasih. Seperti benih yang membutuhkan tanah subur, cahaya, dan air. Anak pun memerlukan ruang untuk diam, untuk mencoba, untuk gagal, dan untuk menemukan makna dari pertemanan. Bukan hanya dengan manusia lain, tetapi juga dengan dirinya sendiri.

Sayangnya, pertemanan hari ini kerap terjadi tanpa tatap muka. Bahkan dalam satu rumah, antara ayah dan anak bisa tak saling bicara selain dalam bentuk pesan pendek. Keluarga yang semestinya menjadi sekolah pertama sering tidak hadir sebagai pendengar yang sejati. Maka anak mencari kehangatan pada dunia digital, yang justru kerap menyodorkan ilusi.

Peran keluarga hari ini bukan hanya mendampingi, tapi juga menyaring. Menyaring apa yang baik untuk anak, menyaring waktu, menyaring nilai. Ini bukan pekerjaan mudah. Tapi inilah yang membuat keluarga tetap relevan dalam dunia yang berubah cepat: bukan sekadar tempat tinggal, tapi tempat memahami arti tinggal bersama.

Ada sebuah cerita lama dari kampung-kampung: ketika anak-anak pulang bermain, mereka membawa luka di lutut, tapi juga senyum di wajah. Mereka tahu siapa teman baik, siapa yang suka curang. Mereka belajar dari sekeliling, bukan dari layar. Hari ini, cerita itu nyaris jadi kenangan kolektif yang samar.

Tapi belum terlambat.

Masih ada ruang untuk kembali memaknai masa kecil. Memberi anak waktu untuk bermain tanpa beban performa. Membiarkan mereka bertanya tanpa takut salah. Menemani mereka tanpa harus selalu mengatur.

Anak-anak kita bukan hanya penerima warisan, tapi pewaris dunia yang belum selesai dibentuk. Mereka bukan miniatur dari orang dewasa, tetapi manusia kecil yang sedang mencari bentuk.

Mereka akan tumbuh dengan atau tanpa kita. Tapi jika kita ingin mereka tumbuh sebagai manusia utuh, maka peran kita adalah menciptakan ruang: ruang yang sunyi tapi hangat, ruang yang bebas tapi aman, ruang yang tidak dibanjiri instruksi, melainkan dipenuhi rasa percaya.

Dunia boleh berubah. Teknologi boleh mengguncang. Tapi anak-anak akan tetap membutuhkan satu hal yang tak tergantikan: perasaan diterima. Dikenali. Dicintai. Bukan sebagai calon juara, bukan sebagai simbol kesuksesan keluarga, tapi sebagai anak-anak yang manusiawi yang boleh gagal, tumbuh, dan tertawa.

Dan mungkin dari situlah dunia yang lebih baik akan tumbuh. Diam-diam. Tapi kuat. Seperti pohon yang tertanam dalam. Selamat Hari Anak Nasional, Selamat Bertumbuh dan Berbahagia. ***

Bagikan:
Tag:Masa Depan AnakOpiniPendidikan AnakRuang DigitalTeknologiTeknologi Informasi
Ad imageAd image

Bicara Terkini

Puluhan tersangka bersama barang bukti yang berhasil diamankan oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya | Foto: Ariandi K/BI
Polisi Surabaya Bongkar Pesta Seks Sesama Jenis Bertajuk “Siwalan Party”
Rabu, 22 Okt 2025
Atlet karateka Jawa Timur pada ajang PON Bela Diri 2025 di Kudus | Foto: Dimas Ap/BI
Dua Atlet Karateka Pelatnas Perkuat Jawa Timur di PON Bela Diri 2025
Rabu, 22 Okt 2025
Istighosah Hari Santri 2025 bertajuk "Doa Santri untuk Negeri”, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (21/10/2025) | Foto: Kemenag
Menag Nasaruddin Umar Ajak Santri Jaga Keikhlasan dan Kesantunan
Rabu, 22 Okt 2025
dok. Stasiun Sawahlunto di Sumatra Barat | Foto: Pr/KAI
Stasiun Sawahlunto dan Legenda “Mak Itam”
Rabu, 22 Okt 2025
Wisuda Purnabakti Pegawai Negeri pada Polri (PNPP) Polda Jawa Timur, di Gedung Mahameru Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (21/10/2025) | Foto: Hum-Polda Jatim
143 Personel Polda Jatim Purna Tugas, Kapolda: Pensiun Bukan Akhir Pengabdian
Rabu, 22 Okt 2025
Ad imageAd image

BERITA POPULER

Tarung Derajat Jatim Raih 3 Emas di PON Bela Diri 2025 Kudus

Program MBG Adalah Investasi Masa Depan Bangsa

Kompolnas Award 2025, Kapolri Tegaskan Polri Bukan Institusi Antikritik

Kenduri Budaya Pangan Lokal, Rayakan Warisan Kuliner Nusantara

Famtrip Australia-Indonesia 2025 Angkat Wisata Edukasi Nusantara

Adies Kadir Kawal Warga Surabaya dalam Sengketa Lahan Pertamina

Atlet Polri Raih 5 Emas Cabor Taekwondo di PON Bela Diri 2025

Berita Lainnya:

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, saat acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI di kantor Komdigi, Jakarta, Jumat (2/5/2025) | Sumber Foto: Komdigi

Komdigi Tangani Lebih dari 1,3 Juta Konten Judi Online

Sabtu, 3 Mei 2025
Temuan isu hoaks | source: Kominfo

Kominfo Identifikasi 11.642 Konten Hoaks

Minggu, 2 Jul 2023
Ilustrasi: Kantor PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, Jawa Timur | dok/photo: Ist

Mengenal Aplikasi CIS Besutan PDAM Surabaya

Sabtu, 24 Des 2022
Peluncuran Sipedasi dan PMI bersamaan dalam Rapat Forum Satu Data Tingkat Kota Bandung 2024 di The Papandayan Hotel, Senin (9/12/2024) | Foto: dok. Pemkot Bandung

Transformasi Digital, Pemkot Bandung Luncurkan Sipedasi dan PMO

Selasa, 10 Des 2024
Copyright 2019-2025 | Bicaraindonesia.id
  • Tentang
  • Editorial
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Informasi Iklan
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Bicara-Indonesia
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?