Bicara IndonesiaBicara Indonesia
  • Beranda
  • Bicara Nasional
    • Bicara Pemerintah
    • Bicara Politik
    Bicara NasionalShow More
    Ilustrasi proses penggilingan padi menggunakan peralatan modern | Foto: Cre-AI/BI
    Presiden Prabowo Kenalkan Istilah Serakahnomics, Kritik Praktik Ekonomi Serakah
    Selasa, 22 Jul 2025
    Acara peluncuran kelembagaan Koperasi Merah Putih di Desa Bentangan, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Senin (22/7/2025) | Sumber Foto: Biro Pers Setpres
    Dorong Ekonomi Kerakyatan, Presiden Luncurkan 80.081 Koperasi Merah Putih
    Senin, 21 Jul 2025
    dok. Paspor desain Merah Putih | Sumber Foto: Imigrasi
    Implementasi Paspor Desain Merah Putih Ditunda, Ini Penjelasan Imigrasi
    Sabtu, 19 Jul 2025
    Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memberikan pembekalan kepada Capaja dari TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (18/7/2025) | Sumber Foto: Hum Polri
    Kapolri Beri Pembekalan ke 2.000 Capaja TNI dan Polri
    Jumat, 18 Jul 2025
    Presiden Prabowo Subianto memberikan keterangan kepada awak media di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025 | Sumber Foto: Biro Pers Setpres
    Diplomasi Presiden Prabowo Berbuah Manis, AS Turunkan Tarif Ekspor RI
    Kamis, 17 Jul 2025
  • Bicara Ekonomi
  • Bicara Edunesia
  • Bicara Hankam
  • Bicara Lifestyle
  • Bicara Foto
  • Indeks
Reading: Mencoba Menjadi Pendengar Sejati
Share
Bicara IndonesiaBicara Indonesia
  • Beranda
  • Bicara Nasional
  • Bicara Ekonomi
  • Bicara Edunesia
  • Bicara Hankam
  • Bicara Lifestyle
  • Bicara Foto
  • Indeks
Search
  • Kategori
    • Bicara Global
    • Bicara Peristiwa
    • Bicara Hukrim
    • Bicara Kementerian
    • Bicara BUMN
    • Bicara Lembaga
    • Bicara Energi
    • Bicara Maritim
  • Kategori
    • Bicara Wisata
    • Bicara Komunitas
    • Bicara Olahraga
    • Bicara Misteri
    • Bicara Khazanah
    • Bicara Jatim
    • Bicara Jateng
    • Bicara Jabar
Follow US
  • Tentang
  • Editorial
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Informasi Iklan
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Copyright 2019-2025 - Bicaraindonesia.id
Bicara Opini

Mencoba Menjadi Pendengar Sejati

Redaksi
Laporan: Redaksi
Rabu, 23 Jul 2025
Share
7 Min Read
Aan Haryono, Komisioner KPID Jatim (dok. Pribadi)
Aan Haryono, Komisioner KPID Jatim (dok. Pribadi)
Ad imageAd image

Oleh: Aan Haryono
Komisioner KPID Jatim

Suatu hari, seorang anak bertanya kepada ibunya, “Bu, kenapa aku harus bicara kalau bisa kirim emoji?”
Sang ibu tertawa kecil, lalu diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sebab di layar ponselnya sendiri, sudah ada sepuluh pesan masuk dan semuanya dibalas dengan stiker.

Di zaman ini, pertemanan bisa dimulai dengan like, berlanjut dengan emoji, dan berakhir dengan unfollow. Anak-anak lahir ke dunia yang bisa mereka sentuh dengan jempol, tapi seringkali tidak mereka rasakan dengan hati.

Orang bilang, ini zaman yang canggih. Tapi anak-anak malah sering tak tahu harus bicara apa ketika bertemu sungguhan. Dunia digital membuka pintu selebar-lebarnya, lalu diam-diam menutup ruang-ruang di hati.

Apa kabar masa kecil yang dulu penuh tanah, lumpur, dan teriakan riang? Hari ini, anak-anak lebih akrab dengan layar ponsel ketimbang bau hujan di tanah lapang.

Dan kita para orang dewasa, kadang sibuk menanam investasi pada pendidikan, kursus, dan masa depan. Tapi lupa berinvestasi pada satu hal yang paling sederhana: menemani mereka tumbuh sebagai anak-anak. Begitulah. Mereka tumbuh dengan jempol yang selalu sibuk dan hati yang perlahan sepi.

Kita hidup di zaman yang aneh: perbincangan tentang investasi pada masa depan anak-anak semakin ramai, tapi perjumpaan antara anak dan masa kecilnya sendiri justru makin langka. Tak ada lagi tapak kaki di tanah yang basah selepas hujan, atau coretan kapur di lantai gang sempit. Masa kecil yang dahulu riuh oleh keriangan kini beringsut ke dalam algoritma, jadwal privat les coding, dan notifikasi aplikasi edukasi.

Baca Juga:  Peringati HAN 2025, Surabaya Ajak Ratusan Anak Senam Ceria hingga Panen

Inilah zaman ketika tantangan terbesar anak bukan hanya kemiskinan atau kekerasan fisik, tapi kehilangan makna. Mereka tumbuh dengan akses informasi tak terbatas, tapi minim ruang untuk bertanya dan didengarkan. Mereka bisa melihat dunia, tapi sering tak bisa memahami dirinya sendiri.

Ada yang berubah diam-diam dan dalam. Anak-anak hari ini menghadapi tantangan yang tidak dialami generasi sebelumnya: ruang digital. Di sana, segala sesuatu hadir sekaligus samar. Ada edukasi, ada pornografi. Ada peluang belajar, ada ancaman perundungan. Ada jejaring sosial, tapi juga keterasingan.

Ketika algoritma mengatur pertemanan, anak-anak tidak lagi belajar menyapa, menunggu giliran, atau kecewa tanpa dendam. Mereka belajar cepat, tapi bukan tentang etika. Mereka mahir mengetik, tapi gagap saat harus berbicara dengan orang nyata. Pertemanan digital begitu cair dan juga rapuh.

Sebagian besar anak kini hadir di dunia maya lebih banyak daripada di ruang tamu keluarga. Statistik bisa bicara: anak-anak usia 10–17 tahun menghabiskan lebih dari 4 jam per hari di depan layar. Tetapi statistik tak bisa menggambarkan sunyi yang menyelusup dalam keakraban semu itu. Betapa banyak dari mereka yang tumbuh dalam keramaian digital, tetapi merasa sendiri dalam hidupnya sendiri.

Lalu bagaimana dengan investasi? Kata itu kini tak hanya milik pebisnis, tapi juga orangtua. Mereka bicara tentang tabungan pendidikan, kursus bahasa asing sejak balita, bahkan program nutrisi yang dikalkulasi sedetail portofolio saham. Tidak salah. Tapi pertanyaannya: apakah yang kita tanam hari ini sungguh untuk tumbuhnya anak sebagai manusia, atau hanya sebagai produk dari ambisi dewasa?

Baca Juga:  Peringati HAN 2025, Surabaya Ajak Ratusan Anak Senam Ceria hingga Panen

Pendidikan kini berubah menjadi pasar kompetisi sejak usia dini. Anak dituntut cepat, unggul, berprestasi. Tapi tak banyak ruang untuk gagal dengan sehat. Padahal dalam kekalahan yang wajar, seorang anak belajar tentang dirinya lebih dari sekadar nilai.

Apa arti adaptasi jika yang dituntut adalah menyerupai mesin? Bagaimana anak bisa bertumbuh jika hidupnya ditentukan oleh algoritma dan kurikulum yang tak membuka ruang untuk bermain, berkhayal, dan mengenali diri?

Di tengah perubahan ini, keluarga seharusnya menjadi ruang aman. Tapi tak semua keluarga mampu atau sadar akan perannya. Orangtua pun kelelahan. Mereka bekerja keras di dunia yang cepat, lalu berharap anak-anak mereka kuat menyesuaikan diri tanpa sempat diajak bicara.

Tumbuh adalah soal waktu dan kasih. Seperti benih yang membutuhkan tanah subur, cahaya, dan air. Anak pun memerlukan ruang untuk diam, untuk mencoba, untuk gagal, dan untuk menemukan makna dari pertemanan. Bukan hanya dengan manusia lain, tetapi juga dengan dirinya sendiri.

Sayangnya, pertemanan hari ini kerap terjadi tanpa tatap muka. Bahkan dalam satu rumah, antara ayah dan anak bisa tak saling bicara selain dalam bentuk pesan pendek. Keluarga yang semestinya menjadi sekolah pertama sering tidak hadir sebagai pendengar yang sejati. Maka anak mencari kehangatan pada dunia digital, yang justru kerap menyodorkan ilusi.

Peran keluarga hari ini bukan hanya mendampingi, tapi juga menyaring. Menyaring apa yang baik untuk anak, menyaring waktu, menyaring nilai. Ini bukan pekerjaan mudah. Tapi inilah yang membuat keluarga tetap relevan dalam dunia yang berubah cepat: bukan sekadar tempat tinggal, tapi tempat memahami arti tinggal bersama.

Baca Juga:  Peringati HAN 2025, Surabaya Ajak Ratusan Anak Senam Ceria hingga Panen

Ada sebuah cerita lama dari kampung-kampung: ketika anak-anak pulang bermain, mereka membawa luka di lutut, tapi juga senyum di wajah. Mereka tahu siapa teman baik, siapa yang suka curang. Mereka belajar dari sekeliling, bukan dari layar. Hari ini, cerita itu nyaris jadi kenangan kolektif yang samar.

Tapi belum terlambat.

Masih ada ruang untuk kembali memaknai masa kecil. Memberi anak waktu untuk bermain tanpa beban performa. Membiarkan mereka bertanya tanpa takut salah. Menemani mereka tanpa harus selalu mengatur.

Anak-anak kita bukan hanya penerima warisan, tapi pewaris dunia yang belum selesai dibentuk. Mereka bukan miniatur dari orang dewasa, tetapi manusia kecil yang sedang mencari bentuk.

Mereka akan tumbuh dengan atau tanpa kita. Tapi jika kita ingin mereka tumbuh sebagai manusia utuh, maka peran kita adalah menciptakan ruang: ruang yang sunyi tapi hangat, ruang yang bebas tapi aman, ruang yang tidak dibanjiri instruksi, melainkan dipenuhi rasa percaya.

Dunia boleh berubah. Teknologi boleh mengguncang. Tapi anak-anak akan tetap membutuhkan satu hal yang tak tergantikan: perasaan diterima. Dikenali. Dicintai. Bukan sebagai calon juara, bukan sebagai simbol kesuksesan keluarga, tapi sebagai anak-anak yang manusiawi yang boleh gagal, tumbuh, dan tertawa.

Dan mungkin dari situlah dunia yang lebih baik akan tumbuh. Diam-diam. Tapi kuat. Seperti pohon yang tertanam dalam. Selamat Hari Anak Nasional, Selamat Bertumbuh dan Berbahagia. ***

Bagikan:
Tag:Masa Depan AnakOpiniPendidikan AnakRuang DigitalTeknologiTeknologi Informasi
Ad imageAd image

Bicara Terkini

Bantuan yang disalurkan mencakup kebutuhan logistik hingga pendampingan korban | Sumber Foto: Hum Kemensos
Kemensos Salurkan Bantuan Rp482 Juta untuk Korban Kebakaran Jakarta
Rabu, 23 Jul 2025
Menteri PPPA, Arifah Fauzi (tengah) dalam acara nonton bareng film animasi "Jumbo" di CGV Grand Indonesia, Jakarta, Minggu (20/7/2025) | Sumber Foto: Kemen PPPA
Indonesia Minim Tayangan Ramah Anak, Menteri PPPA Dorong Konten Edukatif
Rabu, 23 Jul 2025
dok. Peringatan Hari Anak Nasional di Kota Surabaya | Sumber Foto: Kominfo Surabaya
Peringati HAN 2025, Surabaya Ajak Ratusan Anak Senam Ceria hingga Panen
Rabu, 23 Jul 2025
Ilustrasi proses penggilingan padi menggunakan peralatan modern | Foto: Cre-AI/BI
Presiden Prabowo Kenalkan Istilah Serakahnomics, Kritik Praktik Ekonomi Serakah
Selasa, 22 Jul 2025
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, saat membuka Lomba Digitalisasi Pasar di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (22/7/2024) | Sumber Foto: Kominfo DKI
Jakarta Canangkan Gerakan Pasar Rakyat, Apa Tujuannya?
Selasa, 22 Jul 2025
Ad imageAd image

BERITA POPULER

Masuk DPO, Satgas Damai Cartenz Tangkap Anggota KKB Male Telenggen

Menteri PPPA Kecam Praktik Perdagangan Bayi Lintas Negara

Dorong Ekonomi Kerakyatan, Presiden Luncurkan 80.081 Koperasi Merah Putih

Implementasi Paspor Desain Merah Putih Ditunda, Ini Penjelasan Imigrasi

Diplomasi Presiden Prabowo Berbuah Manis, AS Turunkan Tarif Ekspor RI

Kapolri Beri Pembekalan ke 2.000 Capaja TNI dan Polri

Pendakian Gunung Rinjani Ditutup Sementara Usai Dua Pendaki Asing Terjatuh

Berita Lainnya:

Dari kiri: Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, bersama Wali Kota Eri Cahyadi, saat melakukan kunjungan di Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS), Jalan Kalijudan Indah XV Nomor 2-4 Surabaya, Selasa (27/5/2025) | Sumber Foto: Pemkot Surabaya

KPAI: RIAS Surabaya Bisa Jadi Role Model Nasional Penanganan Anak

Rabu, 28 Mei 2025
Menkominfo Johnny G. Plate dalam Musyawarah Nasional Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL), di Jakarta Selatan, Rabu (3/11/2021) | dok/photo: Kominfo

Dukung Efisiensi Infrastruktur TIK, Pemerintah Siapkan Kebijakan yang Ramah

Jumat, 5 Nov 2021
Pembukaan Asian Pacific Aquaculture (APA) 2024 di Grand City Hall Convention, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis 4 Juli 2024

Teknologi Akuakultur Jadi Fokus APA 2024 di Surabaya

Kamis, 4 Jul 2024
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid | Foto: dok. Kemenkomdigi

Menkomdigi Komitmen Berantas Judi Online Sesuai Arahan Presiden Prabowo

Kamis, 31 Okt 2024
Copyright 2019-2025 | Bicaraindonesia.id
  • Tentang
  • Editorial
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Informasi Iklan
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Bicara-Indonesia
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?