BicaraIndonesia.id, Surabaya – Sebuah video yang memperlihatkan seorang siswa SMA di Surabaya dipaksa bersujud sambil menggonggong oleh wali murid viral di media sosial pada Senin, 21 Oktober 2024.
Peristiwa yang terjadi di lingkungan SMA Gloria Surabaya ini tidak hanya memicu kemarahan publik, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Pihak kepolisian pun langsung bergerak cepat menyelidiki insiden tersebut.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Dirmanto menyatakan, bahwa tim Polrestabes Surabaya telah mengambil langkah sigap sejak video tersebut beredar.
“Saat kejadian itu viral, tim kami langsung menuju sekolah untuk mengumpulkan informasi. Namun, karena sudah sore dan sekolah tutup, kami hanya bisa meminta keterangan awal dari beberapa saksi di lokasi, termasuk petugas keamanan,” kata Kombes Pol Dirmanto dalam konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Rabu, 13 November 2024.
Tak ingin setengah-setengah, pada 22 Oktober 2024, polisi memulai serangkaian pemeriksaan mendalam. Hingga kini, delapan orang telah diperiksa, termasuk orang tua siswa yang terlibat, guru-guru dan saksi lainnya. Selain itu, Polisi juga melakukan klarifikasi kepada kedua siswa yang berseteru.
Yang menarik, siswa berinisial AI (korban) dan W (anak dari wali murid yang diduga memaksa AI) akhirnya melakukan mediasi dan sepakat berdamai. Mereka bahkan mengunggah pernyataan bersama di media sosial sebagai bentuk penyesalan.
Meski perdamaian telah tercapai, pihak sekolah tetap mendesak agar proses hukum dilanjutkan. Kombes Pol Dirmanto menegaskan, Polrestabes Surabaya masih mendalami kasus ini untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Kami tetap melanjutkan proses penyelidikan. Namun, karena ini melibatkan anak-anak, kami mengedepankan pendekatan ultimum remedium, yakni penegakan hukum sebagai upaya terakhir,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya memprioritaskan masa depan anak-anak yang terlibat.
“Salah satu siswa bahkan mengalami trauma akibat insiden ini. Kami sudah menyediakan pendampingan psikologis untuk membantu pemulihan kondisi mentalnya,” tambahnya.
Dalam insiden tersebut, polisi telah mengamankan barang bukti berupa rekaman video. Selain itu, polisi juga berencana memanggil ahli untuk memperkuat konstruksi hukum kasus ini.
“Kami memastikan penyelidikan berjalan dengan adil tanpa mengabaikan aspek psikologis anak-anak yang terlibat,” ujar Kombes Pol Dirmanto.
Dalam konferensi pers tersebut, Kombes Pol Dirmanto juga meminta publik, terutama media dan netizen, untuk tidak memanaskan situasi melalui pemberitaan yang provokatif.
“Kami mengimbau semua pihak untuk mendinginkan suasana. Jangan sampai pemberitaan yang tidak akurat memperburuk kondisi anak-anak ini,” tegasnya.
Pada sisi lain, Polda Jawa Timur berencana meluncurkan program edukasi di sekolah-sekolah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya etika bermedia sosial.
Program ini bertujuan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan membentuk generasi muda yang lebih bijak dalam berperilaku di ruang publik. (Ark/C1)