BicaraIndonesia.id, Surabaya – Subdirektorat IV Renakta Ditreskrimum Polda Jawa Timur berhasil mengungkap kasus kekerasan fisik terhadap seorang balita yang juga melibatkan praktik farmasi ilegal.
Kasus ini mencuat setelah laporan dari ibu korban yang menyatakan anaknya, seorang balita berusia dua tahun, mengalami masalah kesehatan serius akibat obat-obatan yang diberikan oleh pengasuhnya secara ilegal.
Pengasuh balita yang berinisial N, seorang perempuan berusia 36 tahun asal Bone, Sulawesi Selatan, diketahui telah merawat korban sejak Oktober 2022.
Dirreskrimum Polda Jawa Timur, Kombes Pol Farman menjelaskan bahwa N tanpa izin orang tua korban, memberikan obat penambah nafsu makan yang dipesan melalui aplikasi e-commerce.
“Pengasuh N mulai memberikan obat penambah nafsu makan tanpa sepengetahuan orang tua sejak awal bekerja. Selama hampir satu tahun, N terus memberikan obat tersebut yang menyebabkan berat badan korban meningkat drastis dan memicu berbagai masalah kesehatan,” ujar Kombes Pol Farman dalam konferensi pers di Polda Jatim, Selasa 15 Oktober 2024.
Pada Desember 2023, Farman menyebutkan bahwa orang tua korban memutuskan membawa balitanya ke dokter setelah berat badan anaknya mencapai 19,5 kilogram. Angka ini dinilai jauh di atas normal untuk usia balita.
“Dokter menyarankan agar anak tersebut berhenti mengonsumsi obat yang diberikan oleh N. Namun, pengasuh tersebut tetap memberikan obat secara sembunyi-sembunyi,” tambah Farman.
Kemudian pada 28 Agustus 2024, Farman mengungkap jika dua asisten rumah tangga keluarga korban menemukan botol obat-obatan yang dibuang di tempat sampah.
Setelah dilakukan penyelidikan, ibu korban menemukan bukti pembelian obat dari ponsel N yang dipesan melalui aplikasi e-commerce.
“Setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut, ibu korban menemukan bukti pembelian obat dari ponsel N yang dilakukan melalui aplikasi Shopee dan Lazada,” ujarnya.
Farman mengungkapkan, setelah anggota melakukan penyelidikan dari rekaman CCTV, memperlihatkan N sering mencampurkan obat tersebut ke dalam minuman korban.
“Tersangka N akhirnya mengakui perbuatannya dan mengungkapkan bahwa ia membeli obat-obatan tersebut dari toko online tanpa memiliki keahlian farmasi,” kata dia.
“Tindakan ini dinilai sangat membahayakan kesehatan korban, yang kini mengalami kondisi kesehatan kritis akibat penggunaan obat ilegal tersebut,” tutup Farman.
Atas perbuatannya, N dikenakan pasal terkait kekerasan fisik dalam rumah tangga dan praktik farmasi ilegal. N terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. (Ark/C1)