BicaraIndonesia.id, Surakarta – Hilirisasi industri nikel dan Sumber Daya Alam (SDA) lainnya, merupakan kunci dalam meningkatkan ekonomi nasional.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 yang digelar di Surakarta, Kamis, 19 September 2024.
“Menurut saya tadi sudah disampaikan oleh Pak Gubernur BI, hilirisasi menjadi kunci,” ujar Presiden dalam keterangannya.
Kepala Negara menjelaskan bagaimana kebijakan hilirisasi nikel telah membawa lonjakan besar bagi penerimaan negara.
Pada tahun 2015, ekspor nikel Indonesia hanya bernilai Rp45 triliun. Namun setelah kebijakan hilirisasi diterapkan, nilai tersebut melonjak menjadi Rp520 triliun pada tahun 2023.
“Ada yang menyampaikan kepada saya ‘Pak itu yang untung kan perusahaan pak, rakyat dapat apa?’ Jangan keliru, kita pungut pajak dari sana, pajak perusahaan pajak karyawan, bea ekspor, pajak ekspor, bea keluar, belum PNBP-nya, penerimaan negara bukan pajak, besar sekali,” kata Presiden.
Selain nikel, Presiden Jokowi juga menyoroti pengembangan hilirisasi di sektor tembaga dan bauksit. Dua smelter besar di Amman-Sumbawa, dan Freeport-Gresik, akan segera beroperasi dengan nilai investasi mencapai Rp50-60 triliun.
Tidak hanya berbicara soal sektor mineral, Presiden juga menggarisbawahi pentingnya pengembangan hilirisasi untuk sektor-sektor yang lebih padat karya, seperti rumput laut.
Menurut Kepala Negara, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia, dengan potensi besar dalam pengembangan rumput laut.
“Karena dari sinilah nanti bisa turunannya baik ke pupuk organik, baik ke agar, baik untuk kosmetik, baik untuk tepung dan juga untuk minyak pesawat terbang sekarang ini bisa dari rumput laut,” ucap Presiden.
Selain itu, Kepala Negara turut menyoroti potensi komoditas lain seperti kopi dan kakao. Ia menyebut bahwa produksi kopi Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Vietnam, meskipun Indonesia lebih dahulu memulai.
Presiden menyampaikan bahwa riset dan pengembangan (R&D) di sektor pertanian Indonesia masih lemah, sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas.
“Permintaan makin naik, harga makin naik setiap tahun tapi tidak pernah kita urus R&D kita, riset kita lemah di sini,” ungkap dia.
Karena itu, Presiden meminta kepada ISEI untuk terus memberikan masukan, desain, dan strategi yang taktis untuk mendorong hilirisasi sektor-sektor potensial lainnya.
Kepala Negara berharap strategi tersebut bisa menjadi pegangan bagi pemerintah selanjutnya.
“Sebulan lagi saya sudah pensiun, sehingga betul-betul arah menuju ke Indonesia Emas itu betul-betul bisa raih dengan lebih cepat,” pungkasnya. ***
Editorial: A1
Source: BPMI Setpres