Bicara IndonesiaBicara Indonesia
  • Beranda
  • Bicara Nasional
    • Bicara Pemerintah
    • Bicara Politik
    Bicara NasionalShow More
    dok. Pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Halaman Gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia (UI) pada Jumat (23/05/2025) | Sumber Foto: Pemkot Depok
    Program CKG Masuk Sekolah Rakyat dan Pesantren Mulai 7 Juli
    Senin, 7 Jul 2025
    Presiden Prabowo Subianto memimpin Upacara Peringatan ke-79 Hari Bhayangkara Tahun 2025 yang digelar di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Selasa, 1 Juli 2025 | Sumber Foto: Biro Pers Setpres
    Presiden: Bangsa Kita Memerlukan Kepolisian yang Bersih, Dicintai Rakyat
    Rabu, 2 Jul 2025
    Upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025) | Sumber Foto: Div Hum Polri
    Presiden Prabowo Anugerahkan Nugraha Sakanti kepada 7 Satker Polri
    Selasa, 1 Jul 2025
    Peluncuran program Roadshow KPK 2025 bertajuk Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi (JNBA) di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025) | Sumber Foto: KPK
    KPK Gunakan Minibus untuk Edukasi Antikorupsi hingga Desa
    Senin, 30 Jun 2025
    Presiden Prabowo Subianto meresmikan groundbreaking ekosistem industri baterai kendaraan listrik terintegrasi konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, Jawa Barat, Minggu, (29/6/2025) | Sumber Foto: Biro Pers Setpres
    Presiden Targetkan RI Swasembada Energi Maksimal 7 Tahun
    Senin, 30 Jun 2025
  • Bicara Ekonomi
  • Bicara Edunesia
  • Bicara Hankam
  • Bicara Lifestyle
  • Bicara Foto
  • Indeks
Reading: Malam 1 Suro: Larangan Bepergian bagi Weton Tertentu
Share
Bicara IndonesiaBicara Indonesia
  • Beranda
  • Bicara Nasional
  • Bicara Ekonomi
  • Bicara Edunesia
  • Bicara Hankam
  • Bicara Lifestyle
  • Bicara Foto
  • Indeks
Search
  • Kategori
    • Bicara Global
    • Bicara Peristiwa
    • Bicara Hukrim
    • Bicara Kementerian
    • Bicara BUMN
    • Bicara Lembaga
    • Bicara Energi
    • Bicara Maritim
  • Kategori
    • Bicara Wisata
    • Bicara Komunitas
    • Bicara Olahraga
    • Bicara Misteri
    • Bicara Khazanah
    • Bicara Jatim
    • Bicara Jateng
    • Bicara Jabar
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Tentang
  • Editorial
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Informasi Iklan
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Copyright 2019-2025 - Bicaraindonesia.id
Bicara Sosbud

Malam 1 Suro: Larangan Bepergian bagi Weton Tertentu

Dalam kebudayaan Jawa, malam ini dianggap sebagai waktu yang keramat.

Redaktur Laporan: Redaktur Rabu, 3 Jul 2024
Share
17 Min Read
Ilustrasi: Pagelaran Wayang Kulit menyambut Malam 1 Suro di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (18/7/2023) | Foto: dok. Pemkab Gunungkidul
Ilustrasi: Pagelaran Wayang Kulit menyambut Malam 1 Suro di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (18/7/2023) | Foto: dok. Pemkab Gunungkidul
Ad imageAd image

Bicaraindonesia.id – Malam 1 Suro adalah malam pertama dalam kalender Jawa yang memiliki signifikansi sangat sakral dan dipenuhi dengan berbagai tradisi. Malam ini menandai dimulainya tahun baru dalam kalender Jawa, yang berbeda dari kalender Masehi yang umum digunakan.

Dalam kebudayaan Jawa, malam ini dianggap sebagai waktu yang keramat. Dimana banyak masyarakat Jawa meyakini adanya energi spiritual yang kuat. Oleh karena itu, berbagai ritual dan upacara dilakukan untuk memohon perlindungan dan menghindari nasib buruk.

Tradisi yang dilakukan pada malam 1 Suro bervariasi di berbagai daerah, namun semuanya bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan.

Beberapa di antaranya termasuk melakukan meditasi, berdoa, dan membersihkan diri secara spiritual. Dalam kepercayaan Jawa, malam ini juga dianggap sebagai waktu yang tepat untuk refleksi diri dan memohon ampunan atas segala kesalahan yang telah dilakukan selama setahun penuh.

Salah satu tradisi yang sangat dihormati adalah larangan bepergian atau keluar rumah bagi orang dengan weton tertentu pada malam 1 Suro.

Weton adalah sistem penanggalan dalam kalender Jawa yang mengkombinasikan hari kelahiran dengan pasaran-lima hari dalam siklus pasaran Jawa.

Menurut kepercayaan, orang dengan weton tertentu dianggap lebih rentan terhadap energi negatif atau nasib buruk jika mereka bepergian pada malam ini. Oleh karena itu, mereka dianjurkan untuk tetap berada di rumah dan mengikuti berbagai ritual yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai larangan bepergian bagi orang dengan weton tertentu pada malam 1 Suro, serta makna dan tujuan dari tradisi ini dalam konteks budaya Jawa.

Dengan memahami lebih jauh tentang malam 1 Suro dan tradisi yang mengelilinginya, kita dapat menghargai kekayaan budaya dan spiritualitas yang diwariskan oleh nenek moyang kita.

Makna dan Sejarah Malam 1 Suro

Malam 1 Suro merupakan malam pertama dalam bulan Suro, yang merupakan bulan pertama dalam kalender Jawa. Kalender Jawa sendiri merupakan perpaduan antara kalender Islam (Hijriah) dan kalender Hindu-Buddha. Malam 1 Suro memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Jawa, karena malam ini dianggap sebagai waktu yang sakral dan penuh dengan energi mistis.

Sejarah dari Malam 1 Suro dapat ditelusuri kembali ke masa kerajaan Mataram Islam pada abad ke-17. Sultan Agung, salah satu raja besar Mataram, melakukan sinkretisme kalender Hijriah dengan kalender Hindu-Buddha untuk menciptakan kalender Jawa. Dengan demikian, Malam 1 Suro kerap kali bertepatan dengan malam Tahun Baru Islam, atau 1 Muharram.

Bagi masyarakat Jawa, malam ini adalah waktu untuk melakukan refleksi diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Beberapa ritual yang biasa dilakukan pada Malam 1 Suro termasuk tahlilan, ziarah ke makam leluhur, dan melakukan tirakat atau tapa brata. Ritual-ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan permohonan keselamatan serta keberkahan untuk tahun yang akan datang.

Malam 1 Suro juga dikenal dengan berbagai larangan dan pantangan, terutama bagi mereka yang memiliki kepercayaan kuat terhadap weton, atau hitungan hari kelahiran dalam kalender Jawa.

Salah satu larangan yang terkenal adalah bepergian pada malam ini bagi weton tertentu, karena diyakini dapat membawa sial atau malapetaka. Kepercayaan ini berakar pada keyakinan bahwa malam ini dipenuhi dengan kekuatan gaib yang dapat mempengaruhi nasib seseorang.

Secara keseluruhan, Malam 1 Suro merupakan bagian integral dari budaya Jawa yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan memahami makna dan sejarah di balik Malam 1 Suro, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya Jawa yang begitu kaya dan penuh dengan simbolisme.

Pengertian Weton dalam Budaya Jawa

Weton adalah konsep penting dalam budaya Jawa yang merujuk pada perhitungan hari kelahiran seseorang berdasarkan kalender Jawa. Kalender Jawa menggabungkan unsur-unsur dari kalender Islam dan kalender Saka, dengan penambahan unsur khas budaya Jawa. Setiap weton terdiri dari dua komponen utama, yaitu hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) dan hari dalam minggu (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu). Kombinasi kedua komponen ini menghasilkan 35 kemungkinan weton.

Penghitungan weton dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai numerik yang terkait dengan hari pasaran dan hari minggu. Misalnya, nilai hari Senin adalah 4, dan nilai pasaran Legi adalah 5, sehingga seseorang yang lahir pada hari Senin Legi memiliki weton dengan nilai 9. Penghitungan ini tidak hanya penting untuk menentukan weton, tetapi juga digunakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari-hari, weton digunakan untuk menentukan hari baik dan buruk. Hari baik atau buruk ini dapat memengaruhi keputusan penting seperti pelaksanaan pernikahan, memulai usaha, atau kegiatan ritual lainnya. Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap weton memiliki karakteristik dan pengaruh tersendiri terhadap nasib seseorang. Oleh karena itu, memahami weton dianggap sangat penting untuk merencanakan berbagai aktivitas agar sesuai dengan keharmonisan alam semesta.

Peran weton dalam peristiwa penting seperti pernikahan sangatlah besar. Dalam adat Jawa, prosesi pernikahan tidak hanya mempertimbangkan kecocokan pasangan, tetapi juga kecocokan weton mereka. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pernikahan tersebut akan membawa kebahagiaan dan keberuntungan bagi pasangan dan keluarga mereka. Selain itu, weton juga memainkan peran penting dalam berbagai ritual keagamaan dan adat istiadat lainnya, seperti upacara selamatan dan ruwatan.

Larangan Bepergian pada Malam 1 Suro

Malam 1 Suro, yang jatuh pada malam pertama bulan Muharram dalam kalender Jawa, merupakan waktu yang dianggap sakral oleh masyarakat Jawa. Pada malam ini, terdapat larangan bepergian atau keluar rumah bagi orang dengan weton tertentu. Larangan ini tidak hanya diterapkan atas dasar kepercayaan spiritual, tetapi juga karena alasan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Dari sudut pandang spiritual, Malam 1 Suro diyakini sebagai waktu yang penuh dengan energi gaib. Banyak orang percaya bahwa roh-roh leluhur dan makhluk halus lainnya lebih aktif pada malam ini.

Oleh karena itu, bepergian pada Malam 1 Suro dianggap dapat mengundang malapetaka atau gangguan dari entitas-entitas tersebut. Orang dengan weton tertentu, yang dianggap memiliki kecocokan atau ketidakcocokan tertentu dengan energi malam ini, dianjurkan untuk tetap berada di rumah dan menjaga diri dari pengaruh negatif.

Dari perspektif budaya, larangan bepergian pada Malam 1 Suro juga merupakan bagian dari upaya untuk menjaga keharmonisan dan ketertiban dalam masyarakat. Tradisi ini telah diteruskan dari generasi ke generasi, dan banyak yang percaya bahwa mematuhi larangan ini adalah bentuk penghormatan terhadap adat istiadat dan nilai-nilai leluhur.

Kegiatan seperti bersih desa atau ritual lainnya sering dilakukan untuk menyambut bulan Suro, dan keberadaan di rumah dianggap sebagai cara untuk berpartisipasi dalam menjaga kesucian dan ketenangan malam ini.

Masyarakat Jawa pada umumnya sangat mematuhi dan menghormati larangan ini. Pada Malam 1 Suro, suasana di desa-desa biasanya lebih hening dan tenang. Banyak orang yang memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah, melakukan doa bersama, atau mengikuti ritual-ritual tertentu yang diadakan oleh komunitas setempat. Selain itu, beberapa orang juga melakukan tirakat atau laku prihatin, seperti berpuasa atau meditasi, sebagai bentuk pengabdian dan introspeksi diri.

Dengan memahami larangan bepergian pada Malam 1 Suro dari berbagai perspektif, kita dapat melihat bahwa tradisi ini memiliki makna yang dalam dan penting bagi masyarakat Jawa. Selain menjadi bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual dan budaya, larangan ini juga mencerminkan kepedulian dan kebersamaan dalam menjaga harmoni komunitas.

Weton yang Dilarang Bepergian pada Malam 1 Suro

Malam 1 Suro, yang juga dikenal dengan sebutan malam Tahun Baru Jawa, memiliki sejumlah larangan bagi beberapa weton tertentu untuk bepergian. Weton adalah sistem penanggalan tradisional Jawa yang menggabungkan hari kelahiran dalam kalender Jawa dengan pasaran, yang merupakan siklus lima hari dalam sistem penanggalan Jawa. Weton ini sering dianggap sebagai cerminan dari karakter dan nasib seseorang.

Menurut kepercayaan tradisional, beberapa weton dianggap lebih rentan terhadap nasib buruk pada Malam 1 Suro. Oleh karena itu, mereka disarankan untuk tidak bepergian pada malam tersebut. Penentuan weton seseorang dilakukan dengan menghitung hari kelahiran dalam kalender Jawa dan menggabungkannya dengan pasaran. Misalnya, seseorang yang lahir pada hari Senin dan pasaran Legi memiliki weton Senin Legi.

Berikut adalah tabel weton yang dilarang bepergian pada Malam 1 Suro:

HariPasaran
SeninKliwon
SelasaPahing
RabuLegi
KamisWage
JumatKliwon

Weton-weton ini dianggap lebih rentan terhadap pengaruh negatif pada Malam 1 Suro. Kepercayaan ini berakar dari keyakinan bahwa Malam 1 Suro adalah waktu yang sakral dan mistis, di mana energi-energi tertentu dapat mempengaruhi nasib seseorang.

Oleh karena itu, mereka yang memiliki weton yang disebutkan di atas disarankan untuk tetap di rumah dan menghindari perjalanan pada malam tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Memahami dan menghormati tradisi ini adalah bagian dari menjaga keseimbangan dan keharmonisan hidup, terutama dalam budaya Jawa yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan tradisi. Dengan mengetahui weton dan larangan yang terkait dengannya, diharapkan seseorang dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan terhindar dari nasib buruk.

Ritual dan Tradisi pada Malam 1 Suro

Malam 1 Suro, yang menandai awal tahun baru dalam kalender Jawa, merupakan momen penting bagi masyarakat Jawa untuk melakukan berbagai ritual dan tradisi. Salah satu ritual yang lazim dilakukan adalah tirakatan.

Tirakatan merupakan kegiatan berdoa dan merenung sepanjang malam untuk memohon keberkahan dan keselamatan pada tahun yang baru. Kegiatan ini sering diadakan di rumah, balai desa, atau tempat-tempat keramat, dan biasanya diikuti oleh anggota keluarga atau masyarakat setempat.

Selain tirakatan, kungkum atau berendam di air juga merupakan tradisi yang dijalankan oleh sebagian masyarakat Jawa pada Malam 1 Suro. Kungkum dilakukan di sungai, mata air, atau kolam keramat dengan tujuan untuk menyucikan diri secara lahir dan batin.

Tradisi ini dipercaya dapat membersihkan diri dari energi negatif dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di tahun yang baru. Kungkum biasanya dilakukan pada tengah malam hingga dini hari, dan seringkali diiringi dengan doa dan mantra tertentu.

Ziarah ke makam leluhur juga menjadi bagian penting dari ritual pada Malam 1 Suro. Ziarah ini bertujuan untuk menghormati dan mengenang jasa para leluhur, serta memohon restu dan perlindungan mereka. Saat berziarah, masyarakat biasanya membersihkan makam, menyalakan lilin atau dupa, dan berdoa di makam leluhur.

Kegiatan ini tidak hanya memperkuat ikatan spiritual dengan leluhur, tetapi juga menjadi momen refleksi bagi keluarga untuk mengingat nilai-nilai dan tradisi yang diwariskan.

Setiap ritual dan tradisi yang dilakukan pada Malam 1 Suro memiliki makna mendalam bagi masyarakat Jawa. Ritual-ritual ini tidak hanya bertujuan untuk memohon keberkahan dan keselamatan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat jati diri dan menjaga kesinambungan budaya. Melalui pelaksanaan ritual dan tradisi ini, masyarakat Jawa berusaha untuk menjaga harmoni antara manusia, alam, dan dunia spiritual.

Pandangan Modern terhadap Larangan dan Tradisi Malam 1 Suro

Malam 1 Suro, sebuah malam yang dipercaya memiliki makna spiritual mendalam dalam masyarakat Jawa, masih menjadi topik perdebatan di era modern ini. Pandangan masyarakat terhadap larangan bepergian dan tradisi yang terkait dengan Malam 1 Suro telah mengalami perubahan signifikan. Dalam masyarakat modern, terdapat spektrum luas dari mereka yang memegang teguh tradisi ini hingga yang mulai meragukan relevansinya.

Bagi sebagian kalangan, Malam 1 Suro tetap dianggap sebagai momen penting untuk berintrospeksi dan menghormati leluhur. Mereka yang memegang kuat tradisi ini cenderung menghindari bepergian dan melakukan ritual tertentu sebagai bentuk penghormatan.

Namun, di sisi lain, ada pula generasi muda yang mulai mempertanyakan relevansi dan manfaat dari larangan bepergian pada malam tersebut. Dalam kehidupan yang semakin modern dan global, mereka menganggap bahwa tradisi ini tidak lagi relevan dengan kebutuhan dan jadwal mereka sehari-hari.

Para ahli budaya dan antropolog memberikan pandangan yang beragam mengenai relevansi tradisi Malam 1 Suro di era modern. Beberapa ahli berpendapat bahwa tradisi ini masih memiliki nilai penting sebagai sarana untuk menjaga identitas budaya dan sejarah leluhur. Mereka berargumen bahwa meskipun dunia berubah, nilai-nilai inti yang diajarkan melalui tradisi ini tetap relevan untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan lingkungan.

Sebaliknya, ada pula ahli yang melihat perlunya adaptasi tradisi agar tetap relevan dengan zaman. Mereka mengusulkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam menjalankan tradisi tanpa mengorbankan esensinya.

Secara keseluruhan, pandangan modern terhadap Malam 1 Suro menunjukkan adanya dinamika antara mempertahankan tradisi dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Penting bagi masyarakat untuk menemukan keseimbangan yang tepat agar tradisi ini tetap hidup dan bermakna, tanpa menghalangi perkembangan individu dalam era yang semakin modern.

Dalam pembahasan mengenai Malam 1 Suro dan larangan bepergian bagi weton tertentu, kita telah menggali berbagai aspek dari tradisi Jawa yang kaya akan makna dan nilai-nilai budaya.

Malam 1 Suro, yang bertepatan dengan Tahun Baru Jawa, bukan hanya sekedar perayaan kalender, tetapi juga momen refleksi dan introspeksi bagi banyak orang Jawa. Larangan bepergian bagi weton tertentu pada malam ini adalah salah satu contoh bagaimana tradisi lokal dapat memberikan panduan praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Menjaga tradisi seperti Malam 1 Suro adalah bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara modernitas dan nilai-nilai tradisional.

Dengan memahami dan menghargai budaya Jawa, kita tidak hanya melestarikan warisan nenek moyang, tetapi juga memperkaya perspektif kita dalam menghadapi tantangan kehidupan modern.

Bagi para pembaca, mengenali dan menghormati tradisi ini bisa menjadi langkah awal untuk lebih memahami keunikan dan kompleksitas budaya Jawa.

Setiap tradisi dan kepercayaan yang dipegang oleh masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai yang mendalam, yang seringkali mengandung pelajaran hidup yang berharga. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga dan merayakan tradisi-tradisi ini dengan penuh penghargaan dan pengertian.

Dengan demikian, Malam 1 Suro dan larangan bepergian bagi weton tertentu bukan hanya sekedar ritual, tetapi juga cerminan dari kearifan lokal yang relevan dan bermakna.

Melalui pemahaman yang lebih dalam, kita dapat menghargai betapa pentingnya tradisi ini dalam membentuk identitas dan jati diri masyarakat Jawa. Mari kita terus menggali dan merayakan keunikan budaya ini, sehingga dapat diwariskan dengan bangga kepada generasi mendatang. (*)

Bagikan:
Tag:JawaMalam 1 SuroSakralTradisi JawaWeton
Ad imageAd image

Bicara Terkini

dok. Pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Halaman Gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia (UI) pada Jumat (23/05/2025) | Sumber Foto: Pemkot Depok
Program CKG Masuk Sekolah Rakyat dan Pesantren Mulai 7 Juli
Senin, 7 Jul 2025
dok. Pelantikan tujuh anggota KPID Provinsi Jawa Timur masa bakti 2025–2028, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (4/7/2025) | Foto: Ist/Pr
Tujuh Anggota KPID Jatim Periode 2025-2028 Resmi Dilantik
Minggu, 6 Jul 2025
dok. Konferensi pers ungkap kasus love scamming di Gedung Bidhumas Polda Metro Jaya, Kamis (3/7/2025) | Sumber Foto: Hum Polda Metro Jaya
Polisi Tangkap 3 Tersangka Love Scamming di Jakpus
Minggu, 6 Jul 2025
Penutupan cabang olahraga Tarung Derajat dalam gelaran Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur IX 2025 di Kota Batu pada Sabtu (5/7/2025) | Foto: Ist/Dimas Ap
Kodrat Jatim Siap Tempur di PON Bela Diri 2025 Usai Porprov IX
Minggu, 6 Jul 2025
dok. Candi Prambanan terletak di perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah | Sumber Foto: Kemenpar RI
Rekomendasi Destinasi Wisata di Indonesia untuk Liburan Bersama Keluarga
Minggu, 6 Jul 2025
Ad imageAd image

BERITA POPULER

Polisi Tangkap 3 Tersangka Love Scamming di Jakpus

Jateng Buka Peluang Penerbangan Perintis di Beberapa Wilayah

Presiden Prabowo Anugerahkan Nugraha Sakanti kepada 7 Satker Polri

Presiden: Bangsa Kita Memerlukan Kepolisian yang Bersih, Dicintai Rakyat

KPK Gunakan Minibus untuk Edukasi Antikorupsi hingga Desa

BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Libur Sekolah Juli 2025

Dukung Sport Tourism, Pergatsi Jatim Usul Kejurnas Gateball Digelar di Batu

Berita Lainnya:

Ganjar Pranowo ditemani istri, Siti Atikoh, saat berjalan kaki mengikuti rute kirab | dok/photo: Ist

Tanpa Alas Kaki, Ganjar Ikut Kirab Pusaka Dalem Mangkunegaran

Sabtu, 30 Jul 2022
Tradisi “Ruwat Desa” atau bersih desa di Kampung Klampis Ngasem, Kota Surabaya, Kamis (26/6/2025) malam | Sumber Foto: Jk/Istimewa

Tradisi Ruwat Desa Warnai Peringatan Malam 1 Suro di Klampis Ngasem Surabaya

Jumat, 27 Jun 2025
Ilustrasi ritual mistis

Malam Jumat Legi: Antara Tradisi, Mitos hingga Misteri

Sabtu, 25 Mei 2024
Perayaan Malam Tahun Baru Islam 1445 Hijriah yang digelar masyarakat Kampung Kejawan Gebang, Sukolilo, Kota Surabaya, Selasa (18/7/2023) malam | dok/foto: Istimewa

Tradisi Suroan di Perayaan Malam Tahun Baru Islam, Anas Karno: Harus Terus Dilestarikan

Rabu, 19 Jul 2023
Copyright 2019-2025 | Bicaraindonesia.id
  • Tentang
  • Editorial
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Informasi Iklan
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Bicara-Indonesia
Welcome Back!

Sign in to your account