Bicaraindonesia.id, Jakarta – Perubahan iklim yang berdampak pada krisis air, dikhawatirkan semakin menjadi ancaman serius. Sehingga permasalahan ini harus menjadi perhatian dan kewaspadaan seluruh negara di dunia.
Demikian disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam World Water Congress ke 18 di Beijing pada Rabu, 13 September 2023.
Menurutnya, terganggunya siklus hidrologi sehingga terjadi krisis air disebabkan oleh kencangnya laju perubahan iklim. Hal ini dipicu oleh makin melompatnya emisi Gas Rumah Kaca dari aktivitas manusia.
“Air adalah sumber daya penting yang menopang keberlanjutan kehidupan manusia dan planet ini, maka mengelolanya secara efisien, berkelanjutan serta berkeadilan untuk manusia dan alam adalah salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi di abad ini,” kata Dwikorita dalam keterangannya, seperti dikutip melalui siaran persnya pada Sabtu, 16 September 2023.
Karenanya, Dwikorita menyatakan bahwa seluruh negara harus ambil bagian dalam mengatasi masalah air. Juga, menunjukkan pengakuan akan pentingnya air bagi pembangunan berkelanjutan serta kesejahteraan warga.
“Dengan memprioritaskan kebijakan dan program yang mempromosikan konservasi, perlindungan, dan pemanfaatan air secara keberlanjutan, Forum AIr Dunia ke-10 yang akan diselenggarakan berikutnya, harus menghasilkan tindakan dan hasil nyata,” imbuhnya.
Dwikorita diundang sebagai salah satu Keynote Speaker pada sesi High Level Panel yang mengangkat topik ‘Resilient Water Infrastructures and Global Water Security’. Acara tersebut berlangsung dari tanggal 11-15 September 2023 di Beijing China-Germany International Convention and Exhibition Center, Beijing.
Dwikorita juga mengatakan, bahwa persoalan air merupakan permasalahan lintas sektoral yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Di antaranya, pertanian, energi, kesehatan, lingkungan, dan ketahanan iklim.
Maka dari itu, ia menyebut bahwa butuh komitmen politik yang kuat untuk mengatasi persoalan air tersebut. Jika tidak, maka prediksi Organisasi Meteorologi Dunia (WMO – World Meteorological Organisation) serta Organisasi Pertanian Pangan Dunia (FAO – Food Agricultural Organisation) mengenai krisis pangan global di tahun 2050 bukan isapan jempol.