Bicaraindonesia.id – Indonesia menjadi tuan rumah Presidensi G20 tahun 2022. Salah satu rangkaian kegiatan di sektor kesehatan adalah pertemuan health working group (HWG).
HWG pertama akan berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 28 sampai 30 Maret 2022. Beberapa hal yang menjadi pembahasan adalah harmonisasi standar protokol kesehatan (prokes) global, harmonisasi sistem identifikasi COVID-19 lewat sertifikat digital di pintu-pintu masuk negara, serta harmonisasi sistem untuk pengenalan dan berbagi berbagai informasi kesehatan.
Sekretaris Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan, dari sisi harmonisasi pada HWG pertama ini Indonesia akan mendorong inisiatif panduan teknis perjalanan internasional berbasis pendekatan risiko bersama WHO. Kemudian harmonisasi sertifikat vaksin COVID-19 bersama Digital European Union, serta panduan perjalanan udara bersama dengan Internasional Civilization Organization.
“Kita perlu mendorong penggunaan 1 data protokol kesehatan terutama di pintu masuk sebuah negara, seperti berbagai praktek baik yang telah diterapkan di Indonesia maupun negara lainnya. Contohnya di Indonesia ada aplikasi PeduliLindungi yang terintegrasi dengan sistem kesehatan,” kata dr Nadia sebagaimana dikutip dalam laman resmi kemkes.go.id pada Jumat (25/3/2022)
Inisiatif yang saat ini didorong dalam HWG pertama, kata dia, adalah untuk memperkuat sistem kesehatan global, menindaklanjuti mekanisme pendanaan pandemic preparedness response yang sebelumnya menjadi bagian pembahasan pada presidensi G20 di Italia tahun 2021.
Menurutnya, dalam HWG pertama, nantinya perlu dicapai kesepakatan kerjasama antar negara untuk pengenalan verifikasi sertifikat vaksin supaya bisa diakui di negara lain terutama di negara-negara anggota G20
“Protokol ini juga bisa menjadi percontohan bagi penyakit menular lainnya yang pencegahannya bisa dilakukan melalui vaksinasi. Ini adalah suatu langkah jangka panjang yang bisa diambil untuk mengamankan perjalanan internasional dan mengurangi penyebaran virus sambil menjaga mobilitas pelaku perjalanan internasional,” ucap dr Nadia.
Selain itu, perlu membangun mekanisme global untuk meningkatkan akses serta mobilitas sumber daya kesehatan. Hal tersebut guna memperkuat pencegahan dan respons terhadap krisis kesehatan.
Selain penggunaan 1 data protokol kesehatan, Indonesia perlu juga mendorong inisiatif perluasan manufaktur vaksin COVID-19, pengobatan, serta diagnostik ke negara-negara berkembang.
Inisiatif lain yang dirasakan perlu saat ini adalah penguatan hubungan global bagi para ilmuwan di bidang virologi, imunologi, epidemiologi, dan di bidang keilmuan lainnya yang terkait dengan krisis kesehatan. Langkahnya adalah dengan membangun pusat penelitian di negara berkembang.
“Saat ini negara dengan ekonomi yang kuat harus membantu negara ekonomi kelas menengah ke bawah agar mampu merespon krisis kesehatan global. Tentunya hal ini juga akan membantu sistem kesehatan nasional mereka agar lebih kuat dan memiliki daya tahan yang lebih baik,” tuturnya. (*/B1)