Bicaraindonesia.id, Semarang – Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Jawa Tengah 2026 dijadwalkan pada 8 Desember 2025, sesuai rancangan regulasi terbaru dari pemerintah pusat.
Menjelang penetapan tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menggelar pertemuan dengan perwakilan pengusaha di kantornya, Kamis (20/11/2025), untuk menyerap aspirasi terkait kebijakan pengupahan.
Dalam pertemuan itu, Luthfi menegaskan bahwa pemerintah daerah masih menunggu regulasi final dari pusat terkait penentuan UMP dan UMK.
“Kebijakan pengupahan itu merupakan program strategis nasional, sehingga mau tidak mau pemerintah provinsi dan kabupaten/kota akan merujuk kebijakan strategis nasional,” kata Luthfi dalam keterangan tertulis dikutip pada Sabtu (22/11/2025).
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ahmad Aziz, menjelaskan bahwa regulasi penetapan upah minimum hingga kini belum diterbitkan. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari Kementerian Ketenagakerjaan masih dalam proses uji publik.
“Kami masih menunggu PP tersebut turun. Nanti sebagai landasan dasar untuk penetapan upah minimum,” katanya.
Aziz menambahkan, dalam rancangan RPP tersebut, penetapan UMP dan UMSP direncanakan jatuh pada 8 Desember 2025, sementara penetapan UMK dan UMSK dijadwalkan pada 15 Desember 2025.
“Isi RPP itu finalnya nanti seperti apa, itu yang kita tinggu sebagai landasan untuk membahas upah minimum 2026,” jelasnya.
Menurut Aziz, Pemprov Jateng sejak awal telah melakukan komunikasi intensif dengan serikat pekerja, pengusaha, dewan pengupahan, hingga Satgas PHK Provinsi dalam rangka persiapan pembahasan upah minimum.
“Tadi disampaikan ada beberapa masukan dari pengusaha untuk pemerintah, khususnya Gubernur Jawa Tengah terkait dengan persiapan penetapan upah minimum,” kata Aziz.
Salah satu masukan yang mengemuka adalah terkait teknis penetapan UMSP dan UMSK. Gubernur wajib menetapkan UMSP berdasarkan usulan dewan pengupahan provinsi.
Penyusunan draft upah sektoral perlu mempertimbangkan berbagai parameter, seperti KBLI, jumlah perusahaan, risiko pekerjaan, spesialisasi, dan beban kerja.
“Ini harus diterjemahkan lebih detail lagi. Harapannya dalam RPP ini ada penjelasan detail, termasuk datanya dari mana. Kami akan sampaikan pada sarasehan nasional pada tanggal 25 November nanti, supaya di dalam PP-nya nanti lebih detail,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, menyampaikan aspirasi pengusaha terkait upah minimum kepada Gubernur.
“Kita akan komitmen sesuai dengan peraturan pemerintah, soal kenaikan upah minimum,” ujarnya.
Frans menekankan bahwa upah minimum sektoral harus fokus pada pekerjaan yang bersifat spesifik dengan risiko tinggi dan membutuhkan keterampilan khusus, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
“Kalau itu memang keluar dalam peraturan pemerintah, sudah barang tentu kita akan komitmen dan akan kita laksanakan. Tapi kita tidak mau sektoral yang biasa-biasa itu dibuat upah minimum sektoral. Sebenarnya untuk pekerjaan spesifik itu upah mereka lebih tinggi,” tandasnya. (*/Pr/C1)


