BicaraIndonesia.id, Jakarta – Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mengungkap data sementara ada sekitar 44 ribu narapidana (napi) yang berpotensi diusulkan untuk mendapat amnesti. Namun, terkait jumlah pastinya, masih dalam proses klasifikasi dan asesmen.
Hal itu disampaikan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Rapat tersebut membahas sejumlah isu, termasuk pemberian amnesti kepada napi tertentu. Amnesti diberikan atas dasar kemanusiaan, mengurangi kelebihan kapasitas lapas, dan untuk mendorong rekonsiliasi di beberapa wilayah.
“Prinsipnya, Presiden setuju untuk pemberian amnesti. Tapi selanjutnya kami akan meminta pertimbangan kepada DPR. Apakah DPR nanti dinamikanya seperti apa? Kita tunggu setelah resmi kami mengajukannya kepada parlemen untuk mendapatkan pertimbangan,” kata Supratman dikutip pada Minggu 15 Desember 2024.
Supratman juga menjelaskan bahwa pemberian amnesti ini mencakup beberapa kategori narapidana. Saat ini, pihaknya juga sedang melakukan asesmen dengan Kementerian Imipas.
“Beberapa kasus yang terkait dengan kasus-kasus penghinaan ataupun ITE yang terkait dengan kepala negara itu presiden meminta untuk diberi amnesti,” kata dia.
“Kemudian ada juga beberapa kasus yang terkait dengan orang yang sakit berkepanjangan,” tambahnya.
Menurut Supratman, kasus penghinaan terhadap kepala negara melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), juga menjadi salah satu prioritas dalam pemberian amnesti.
Di samping itu, pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus ringan di Papua.
“Ada kurang lebih 18 orang, tetapi yang bukan bersenjata. Ini menjadi bagian dari upaya rekonsiliasi terhadap teman-teman di Papua,” bebernya.
Ia menambahkan bahwa langkah pemberian amnesti ini mencerminkan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Selain mengedepankan nilai kemanusiaan, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong stabilitas sosial di berbagai wilayah, termasuk Papua.
“Ini upaya itikad baik bagi pemerintah untuk mempertimbangkan bagaimana kemudian Papua bisa menjadi lebih tenang dan sebagainya. Ini itikad baik pemerintah untuk itu,” pungkas dia. ***
Editorial: A1
Source: BPMI Setpres