BicaraIndonesia.id, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengupayakan peluang pasar baru untuk komoditas udang dari Indonesia. Hal ini menyusul persoalan antidumping yang terjadi di Amerika Serikat.
Perluasan pasar itu juga disertai dengan implementasi program modeling untuk mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas udang ekspor.
“Di pasar AS sendiri masih ada peluang untuk komoditas udang selain udang beku. Kemudian ada pasar lain seperti Jepang yang berpotensi besar untuk produk beku dan olahan. Kemudian ada Australia dan Korea Selatan,” ujar Direktur Pemasaran PDSPKP KKP, Erwin Dwiyana dalam siaran persnya di Jakarta, dikutip pada Rabu 30 Oktober 2024.
Terkait dengan anti-dumping sendiri, penanganan yang dilakukan KKP bersama otoritas lainnya menunjukkan hasil yang positif. Berdasarkan keputusan akhir penentuan investigasi USDOC, tidak ditemukan adanya countervailable subsidies atau pemberian subsidi kepada petambak dan eksportir undang-undang beku Indonesia.
Sedangkan terkait tuduhan antidumping, keputusan penentuan akhir yang dirilis USDOC pada 22 Oktober menetapkan bea masuk tambahan sementara sebesar 3,9% untuk udang Indonesia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan hasil penentuan awal yang sempat dikeluarkan yaitu sebesar 6,3%.
“Kita tidak bermaksud melakukan subsidi terhadap industri udang nasional sehingga tarif CVDnya 0 persen, sementara anti dumping kita turun dari 6,3 persen menjadi 3,9 persen. Ini merupakan pencapaian positif, sebelum hasil akhir pada 5 Desember nanti,” ungkap dia.
Langkah memperluas pasar ini disertai dengan upaya peningkatan kualitas produksi udang di sektor hulu. Salah satunya melalui program pemodelan budidaya berbasis kawasan yang telah dikembangkan di Indonesia.
Di tempat yang sama, penasihat Tim Satgas Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP51), Harry Lukminto menyatakan telah mengikuti sidang di hadapan USITC secara hybrid.
“Saat audiensi tersebut, perwakilan Pemerintah Indonesia telah menyampaikan hal-hal yang menjadi perhatian,” kata Harry.
Harry mengapresiasi pemerintah yang telah memberikan dukungan yang dibuktikan dengan berangkat ke Amerika Serikat pada tanggal 20 Agustus untuk menemui USDOC secara langsung.
Saat itu, perwakilan Indonesia mengajukan persetujuan terhadap penggunaan laporan keuangan perusahaan yang bisnisnya berbeda dengan kedua responden wajib sebagai dasar perhitungan dumping margin.
Ia berharap perjuangan ini dapat memberikan hasil yang baik untuk kepentingan bersama industri perdangan nasional. “Semoga ini tidak melanjutkan kasusnya antidumping tersebut oleh USITC,” tutupnya. (*SP/A1)