BicaraIndonesia.id, Jakarta – Museum Nasional (Musnas) menjadi salah satu lokasi yang dikunjungi Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako dalam kunjungannya ke Indonesia selama tujuh hari pada 17 – 23 Juni 2023.
Mengutip siaran pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) menerangkan, bahwa kunjungan Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako ke Museum Nasional disambut oleh Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud) Hilmar Farid, Selasa (20/6/2023).
Selanjutnya, Dirjenbud memandu langsung kunjungan Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako untuk melihat Peta Suku Bangsa. Ia menyampaikan, bahwa secara umum Kaisar Jepang memiliki ketertarikan dengan cerita keragaman budaya Indonesia yang ia sampaikan.
Menurut dia, terdapat pengetahuan yang mendalam soal Prasasti Tugu yang menjelaskan secara rinci informasi kejadian pada 500 tahun lalu.
“Kaisar senang dengan koleksi di Museum Nasional dan takjub dengan itu,” kata Hilmar setelah mendampingi kunjungan Kaisar Jepang di Museum Nasional, Selasa (20/6/2023).
Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako melanjutkan kunjungannya ke Ruang Khazanah Emas lantai 4 yang menyajikan koleksi-koleksi unggulan Museum Nasional. Koleksi tersebut antara lain, emas Wonoboyo, Arca Prajnaparamita, Mangkuk Ramayana, Mahkota Banten, Keris Bali, dan Keris Jawa.
Setelah itu, rombongan melanjutkan melihat koleksi di lantai 3. Kaisar mengapresiasi Prasasti Tugu yang bercerita tentang sistem pengairan pada abad ke-5. Kaisar juga melihat Prasasti Mulak I, Prasasti Harinjing, dan Prasasti Palepangan.
Keempat koleksi tersebut merupakan jejak sejarah keterkaitan harmoni antara manusia di Nusantara dengan alam. Koleksi-koleksi tersebut dipilih karena minat Kaisar Naruhito terhadap keberlanjutan lingkungan khususnya pada tata kelola air.
“Beliau (Kaisar Jepang) memiliki keahlian khusus dalam bidang pengelolaan air. Ada pernyataan khusus untuk bisa melihat Prasasti Tugu karena pernah dalam satu kesempatan beliau menyampaikan bagaimana pengelolaan air di masa lalu itu sudah banyak dilakukan di Asia termasuk Indonesia,” katanya.
“Jadi, dalam kunjungan ini, ia ingin melihat koleksi aslinya dan tentu ingin belajar lebih banyak tentang pengelolaan air yang ada di Indonesia,” ujar Hilmar Farid.
“Selain itu, kita ingin memperlihatkan prasasti lain karena tradisi pengelolaan air di Nusantara (sejarah) panjang sekali mulai dari Abad ke-8 bahkan jauh dari sebelumnya, seperti pembangunan kanal yang diabadikan dalam berbagai prasasti,” sambungnya.
Sekilas tentang Sejarah Prasasti Tugu
Ditemukannya prasasti ini menjadi indikasi bahwa pada masa itu masyarakat memahami pentingnya pengelolaan sumber daya air, pembangunan infrastrukur dengan memahami karakter alam lingkungan tempat tinggal. Salah satu dari prasasti tersebut adalah Prasasti Tugu.
Prasasti ini ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu. Kini lokasi penemuan masuk ke dalam wilayah Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Prasasti Tugu ditulis dalam aksara Pallawa awal berbahasa Sansekerta dalam bentuk sloka. Aksara dipahat melingkari permukaan batu yang berbentuk bulat telur. Prasasti Tugu berisi mengenai dua sungai (kanal) yaitu Candrabhāga dan Gomati.
Sungai (kanal) Candrabhāga telah digali terlebih dahulu, airnya mengalir sampai ke laut dan melewati istana kerajaan Pūrṇawarman. Selanjutnya Pūrṇawarman memerintahkan penggalian sungai (kanal) sepanjang 6122 tumbak (±12 km) bernama Gomati. Penggalian Sungai (kanal) Gomati ini dilakukan pada tahun ke-22 dari masa pemerintahan Pūrṇawarman, dan selesai dalam tempo 21 hari.
Sejarah Arca Prajnaparamita
Arca batu berukuran 1, 26 m yang sangat indah ini menggambarkan seorang dewi ilmu pengetahuan / dewi kebijaksanaan tertinggi dalam agama Buddha Mahayana. Ditemukan oleh seorang Asisten Residen di Malang bernama D. Monnerau di tahun 1818 di antara reruntuhan Candi Wayang (Candi Putri) kompleks percandian Singhasari, Malang, Jawa Timur.
Bentuk dan gaya arca ini memperlihatkan gaya seni Singhasari dari abad ke-13 Masehi. Masa Singhasari menghasilkan karya seni pahat yang halus dan ketelitian tinggi.
Arca Prajñaparamita ini digambarkan duduk di atas lapik teratai (padma). Kedua tangan di depan dada bersikap dharmacakramudra (memutar roda dharma). Lengan kiri mengapit tangkai teratai berhiaskan pustaka (kitab) Prajñaparamitasutra. Kedua matanya terpusat pada ujung hidung, seperti sedang melakukan pemusatan pikiran (meditasi).
Pada lehernya terdapat tiga guratan melambangkan kesabaran dan manusia sempurna. Oleh karena keindahan dan kecantikannya, arca ini seringkali dikaitkan dengan Ken Dedes yang sangat cantik, permaisuri Ken Arok, raja pertama kerajaan Singhasāri (1222-1227).
Tentang Peta Khasanah Wonoboyo
Peta ini menunjukkan tempat penemuan khasanah Wonoboyo dan khasanah Muteran. Khasanah Wonoboyo ditemukan di abad ke-20 (tahun 1990) setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan khasanah Muteran ditemukan di abad ke-19 (tahun 1881) pada masa Hindia-Belanda. ***
Editorial: B1
Source: Humas Kemdikbud


