Bicaraindonesia.id, Bandung – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI Mohammad Mahfud MD (Menko Polhukam) meresmikan 10 Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa.
Acara peresmian ini berlangsung di Jalan Gunung Puntang, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/7/2022).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengapresiasi pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa oleh Kejaksaan RI. Balai tersebut nantinya menjadi sarana rehabilitasi bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.
“Saya ingin menggarisbawahi bahwa pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa sebagai penerapan keadilan restoratif, yang tidak hanya diatur dalam tataran normatif dan konseptual belaka, namun juga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara langsung,” kata Mahfud MD dikutip pada Jumat (1/7/2022).
Adapun 10 Balai Rehabilitasi Adhyaksa yang diresmikan secara serentak oleh Menko Polhukam terdapat di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Kejati Kepulauan Riau, Kejati Bangka Belitung dan Kejati Banten.
Kemudian, juga ada di Kejati Jawa Barat, Kejati D.I. Yogyakarta, Kejati Jawa Timur, Kejati Kalimantan Barat, Kejati Kalimantan Tengah, Kejati Sulawesi Tengah, dan Kejati Sulawesi Selatan.
Menko Polhukam menilai, kejaksaan sudah memulai tonggak bersejarah. Bahkan, pihak manapun juga dapat memfasilitasi pendirian balai rehabilitasi sebagai upaya bersama dalam rangka menyelamatkan generasi muda.
“Saya berharap balai rehabilitasi ini didukung oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia sebagai upaya implementasi dan menjadi sumbangsih bagi pengguna dan penyalahgunaan korban Napza,” ujar Menko Polhukam.
Menko Polhukam menyampaikan, bahwa Kejaksaan RI telah melakukan langkah strategis mendorong penerapan keadilan restoratif pada tindak pidana narkotika dengan menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis.
Rehabilitasi yang dimaksud, kata dia, bertujuan untuk memulihkan penyalahguna narkotika. Harapannya setelah selesai menjalani rehabilitasi, penyalahguna dapat pulih dari ketergantungan terhadap narkotika, pulih secara fisik, mental dan dapat diterima kembali di lingkungan sosialnya.
Menko Polhukam juga menjelaskan, berdasarkan data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM per Juni 2022, penghuni di Lapas dan Rutan di Indonesia mencapai 278.487 orang. Dimana kapasitas lapas dan rutan di Indonesia hanya dapat menampung 132.107 orang.
Dengan kata lain, terdapat tingkat kepadatan hunian lapas dan rutan mencapai 211 persen dari kapasitas yang seharusnya. Sementara itu, terpidana narkotika menjadi penyumbang terbesar penghuni lapas dan rutan yaitu 138.501 orang tahanan/narapidana atau sebesar 49,7 persen.
“Fenomena overcapacity tersebut menyebabkan fungsi pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan menjadi tidak optimal dan secara tidak langsung berdampak pada tidak berimbangnya jumlah petugas/tenaga keamanan di Lapas dengan jumlah penghuni Lapas,” kata dia.
Hal tersebut, dinilainya dapat berdampak terhadap timbulnya berbagai permasalahan yang terjadi di Lapas. Antara lain, kerusuhan yang memakan korban jiwa, kebakaran Lapas, dan tingginya biaya untuk penyediaan sarana prasana dan layanan bagi warga binaan pemasyarakatan.
“Serta lahirnya tindak pidana baru seperti peredaran narkotika yang dikendalikan oleh narapidana dari dalam lapas dan rutan,” lanjut Menko Polhukam.
Dalam peresmian itu, Jaksa Agung Burhanuddin melakukan dialog interaktif secara virtual dengan Kejati Sulawesi Selatan, Kejati Aceh, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Dalam dialognya itu, Jaksa Agung menyampaikan, bahwa hal yang paling terpenting adalah memanusiakan korban dan pengguna Napza. Dimana dalam pelaksanaannya, melibatkan tenaga medis untuk memonitor kesehatan fisik dan jiwa pengguna.
“Sehingga mereka yang menjadi korban tidak ada stigma negatif di masyarakat dan ke depan agar dilakukan kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan para ulama sehingga secara spiritual dapat disembuhkan. Kita bersama punya tanggung jawab dan bagi mereka yang mengedarkan dan menjual, tidak ada tempat dan harus tindakan tegas serta hukuman seberat-beratnya,” ujar Jaksa Agung.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana menyampaikan, hadirnya balai rehabilitasi ini sebagai bentuk equality before the law (persamaan mendapatkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat).
“Spirit balai rehabilitasi untuk menekan overcapacity lembaga masyarakat dan sebagai bentuk kepedulian bahwa rehabilitasi sebagai bentuk tanggung jawab bersama. Ada pendekatan kolaborasi dengan semua stakeholder dan harus bisa berkontribusi serta melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK),” ujar Kajati Jawa Barat.
Kajati Jawa Barat juga mengatakan, bahwa balai rehabiltasi bukan penjara namun tempat penyembuhan sosial, mental dan spiritual. Pendirian balai rehabiltasi tidak menyalahi aturan hukum sebagaimana dalam Pasal 139 dan Pasal 140 KUHAP dan penyelesaian dengan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
“Balai rehabilitasi tidak saja sebagai kebutuhan tapi harapan baru masyarakat. Di beberapa daerah sudah dibentuk balai rehabilitasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” ujar Kajati Jawa Barat. ***
Source: Puspenkum
Editorial: C1