Bicaraindonesia.id – Kementerian Pertanian (Kementan) merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 70 Tahun 2011 menjadi Permentan No. 01 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah.
Revisi itu didasari atas pengembangan pupuk organik di Indonesia yang kini masih menemui beberapa kendala, baik di tingkat produsen maupun konsumen. Pasalnya, pupuk organik yang beredar di masyarakat masih banyak yang tidak sesuai standar.
Seperti, mutu yang masih kurang baik, bahan baku terbatas, kualitas yang tidak konsisten, hingga mengandung logam berat (terutama yang berasal dari kota).
Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana (PSP), Muhrizal Sarwani mengatakan, pengolahan atau pembuatan pupuk organik tidak bisa sembarangan. Menurutnya, jika pengolahannya tidak tepat, pupuk justru dapat merusak tanah. Padahal, mestinya pupuk tersebut mengandung zat organik.
“Karenanya harus ada persyaratan mutu yang perlu diketahui produsen pupuk organik,” kata Muhrizal seperti dikutip dari Kompas, Minggu (9/6/2019).
Muhrizal menyebut, revisi tersebut bertujuan melindungi konsumen dengan mengatur standar pupuk organik, hayati, dan pembenah tanah, yang beredar di masyarakat.
Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk organik, memberi kepastian usaha, dan kepastian formula pupuk yang beredar.
“Dengan demikian, pupuk (organik, hayati, dan pembenah tanah) yang ada di pasaran terjamin mutu dan kualitasnya. Hasil akhirnya adalah meningkatkan produktivitas,” ujar Muhrizal.
Ia menjelaskan Permentan tersebut menjadi panduan bagi produsen pupuk organik untuk mengetahui persyaratan dan tata cara pendaftaran pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah.
Dalam Permentan disebutkan, pupuk organik bisa diolah dengan menggunakan kompos yang berasal dari berbagai jenis bahan dasar. Misalnya, jerami, sisa tanaman, kotoran hewan, blotong, tandan kosong, media jamur, sampah organik, dan lain-lain.
Tak hanya itu, menurut Muhrizal, pupuk organik juga harus lulus uji mutu lembaga terakreditasi atau yang ditunjuk dalam Permentan. Salah satunya, Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor.
Uji mutu meliputi uji kandungan karbon organik, rasio karbon terhadap nitrogen, bahan ikutan lainnya, kadar air, logam berat, hara makro, hara mikro, hingga kandungan mikroba organik dan mikroba kontaminan, seperti E.colli dan salmonela.
Selanjutnya, adalah lembaga uji efektivitas akan menyusun rekomendasi berdasarkan hasil ujinya.
Dengan adanya Permentan No. 01 Tahun 2019 itu, pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah yang diproduksi dan beredar memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, memiliki label kemasan, dan terdaftar di kementerian.
Karena itu, pihaknya mengingatkan kepada petani agar memperhatikan pupuk organik yang digunakan. Mulai dari label, nomor terdaftar, serta kandungan pupuk organiknya.